Jumat 06 Oct 2017 16:58 WIB

Warga Pinggiran Kota Terbukti Lebih Bahagia

Tidak bahagia.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tidak bahagia.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bertolak belakang dengan keyakinan, yang lazim, pusat kota sibuk ternyata mengalahkan kehidupan di pinggiran kota bila dikaitkan dengan kesejahteraan. Karena banyak bergaul dan berjalan kaki membuat warga kota lebih sehat dan bahagia, kata laporan terkini.

Warga di pusat kota, yang hidup berhimpitan di perumahan padat atau apartemen, lebih aktif dan lebih banyak bergaul jika dibandingkan dengan warga di pinggiran, yang sepi, kata kajian keluaran Universitas Oxford dan Universitas Hong Kong. Menurut penulis, kajian mereka tersebut bisa mendorong politikus mempromosikan keuntungan dari kehidupan di pusat kota.

"Jika kita bisa meyakinkan pembuat kebijakan bahwa itu adalah peluang bagi kesehatan warga, maka kami bisa membangun masyarakat, yang dirancang dengan baik. Dalam jangka panjang, Anda bisa membuat perbedaaan besar dalam masalah kesehatan," kata Chinmoy Sarkar, salah satu penulis dalam penelitian tersebut.

"Berdasarkan atas bukti, kita bisa merencanakan lingkungan yang multi fungsi dan menarik serta bisa mendorong kegiatan fisik, mempromosikan interaksi sosial dan perlindungan dari efek negatif seperti polusi dan perasaan tidak aman," katanya.

Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pada 22 kota di Inggris, warga yang tinggal di kawasan padat cenderung memiliki tingkat obesitas lebih rendah dan banyak berolahraga dibandingkan dengan warga yang tinggal berpencar di kawasan pinggiran. "Karena kota semakin padat, warganya semakin sering berjalan kaki. Kawasan kota yang padat mempunyai rancangan lebih baik dan menjadi tujuan menarik. Warga kota tidak banyak tergantung pada kendaraan pribadi dan banyak menggunakan transportasi umum," katanya.

Sarkar, yang sehari-hari bertugas sebagai asisten profesor di Universitas Hong Kong, mengatakan bahwa kebijakan dan perencanaan harus sesuai dengan data, bukan hanya sekedar mengandalkan mitos mengenai kehidupan kota. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa kawasan pinggiran dengan rata-rata 18 rumah per hektare dengan perencanaan lingkungan yang buruk dan dekat jalan raya, memiliki tingkat obesitas lebih tinggi karena warga yang jarang berolahraga.

Hal ini disebabkan oleh lokasi dan kondisi yang membuat mereka tidak punya pilihan lain selain menggunakan kendaraan jika hendak berpergian. Warga di pinggiran dengan beberapa rumah, terutama yang tinggal di kawasan khusus dengan pekarangan luas, memang hidup lebih baik dibanding warga pinggiran lain, tetapi tetap saja tertinggal dari mereka yang tinggal di pusat kota yang padat.

Yang membuat perbedaan besar menurut Sarkar adalah interaksi sosial dan kegiatan olahraga yang membuat warga di pusat kota hidup lebih baik. Penelitian tersebut membandingkan lebih dari 400 ribu warga yang hidup di berbagai kota, termasuk London, Glasgow dan Cardiff, dan menemukan bahwa kesehatan terbaik berasal dari kawasan dengan kepadatan lebih dari 32 rumah per hektare.

Sarkar kemudian mempertanyakan kebijakan pemerintah Inggris, seperti peraturan yang membatasi rumah-rumah di pinggiran yang membagi tanah untuk membuat kebun dengan maksud menjaga lebih banyak ruangan terbuka. Pada Januari 2007, pemerintah mengumumkan akan membangun 17 kota baru dan desa untuk mengatasi kekurangan rumah. Tapi Sarkar mengatakan bahwa penentu kebijakan sebaiknya kembali berpikir ulang sebelum membangun kawasan hijau.

Meski harga rumah terus melonjak dan pemerintah menargetkan membangun satu juta rumah sampai 2020, rencana pembatasan oleh Pemerintah Inggris berhasil mengatasi pembangunan di perkotaan yang padat untuk menghindari pembangunan gedung perumahan yang tinggi dengan kualitas rendah. London sampai saat ini termasuk dalam kota utama di Eropa, yang tidak terlalu padat penduduk jika dibandingkan dengan Madrid, Barcelona, Paris, Milan, Berlin dan Roma.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement