REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua orang tua, khsususnya kalangan ibu, harus terus menerus mengawasi masal gizi anaknya. Pasalnya, berbagai akibat bisa muncul jika anak dan balita mengalami masalah gizi kurang dan pendek (stunting).
Dokter spesialis anak dr Utami Roesli SpA, IBCLC, FABM menerangkan , semua perlu memperhatikan masalah stunting karena kurang gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) meningkatkan risiko kerusakan otak dan risiko penyakit diabetes dan jantung pada masa mendatang. Dia mencontohkan, anak pendek stunting tidak dapat berprestasi di sekolah. Apalagi, perkembangan otak pada anak stunting mengalami sel otak yang rusak.
"Rusaknya sel otak ini membuat terganggunya perkembangan kognitif dan kemampuan belajar rendah karena kehilangan 5-11 poin IQ dan meningkatkan risiko tidak naik kelas 16 persen," katanya saat pemaparan dalam diskusi 'Seperti Apa Intervensi Stunting yang Tepat?', di Jakarta, Ahad (17/9).
Kemudian, kata dia, stunting membuat menurunnya produktivitas kemampuan bersaing sehingga menurunkan pendapatan. Ini terbukti dari studi menunjukkan bahwa stunting menurunkan penghasilan saat dewasa sebesar 20 persen.
Kemudian, ia menyebut kurang gizi menyebabkan lemahnya sistem imunitas sehingga rentan terhadap infeksi.
Jadi, kata dia, 1.000 hari pertama kehidupan menjadi intervensi terbaik untuk masa depan bangsa dengan gizi ibu berkualitas, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan ASI serta Makanan Pendamping ASI berkualitas (MPASI).
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes)Anung Sugihantoro menambahkan, stunting membuat obesitas karena terganggunya fungsi organ tubuh pencernaan. Sehingga, asupan makanan yang bergizi tidak menambah tinggi badan melainkan tumbuh ke samping. Fungsi organ lainnya yang terganggu juga membuat anak stunting bisa menderita penyakit diabetes.