Selasa 05 Sep 2017 11:35 WIB

Pernikahan Beda Warga Negara Butuh Toleransi Tinggi

Rep: Christiyaningsih/ Red: Esthi Maharani
Menikah
Foto: RNW
Menikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan antara dua orang yang berbeda latar belakang negara dan status kewarganegaraan menuntut sikap toleransi yang tinggi dalam rumah tangga. Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Rahesli Hamsona mengungkapkan pernikahan beda warga negara sama halnya dengan pernikahan beda suku namun lebih kompleks.

Menurutnya sebelum pernikahan terjadi kedua belah pihak sebaiknyasudah menyadari akan perbedaan pasangan dari berbagai hal dan risiko atau kemungkinan yang akan terjadi. Termasuk di dalamnya mengenai status kewarganegaraan anak yang lahir nanti.

"Kalau secara hukum, sekarang negara sudah memfasilitasi secara hukum. Bagi anak yang berusia 17 tahun bisa memilih kewarganegaraan yang diinginkan," jelasnya kepada Republika.

Kunci langgengnya pernikahan, lanjut Rahesli, terletak pada sikap toleransi dan saling memahami. "Ada beberapa teman saya yang menikah dengan orang asing. Ada yang baik-baik saja tetapi ada juga yang gagal," ungkap dosen Sosiologi tersebut.

Senada dengan Rahesli, psikolog Kasandra Putranto juga menekankan pentingnya menghormati adat istiadat dalam rumah tangga yang orang tuanya berbeda warga negara. Anak-anak yang lahir dari orang tua campuran perlu dikenalkan sejak dini terhadap budaya negara asal masing-masing orang tua.

"Terkadang masalahnya adalah pada ego orang tua, maunya menang sendiri-sendiri. Padahal semakin dalam nilai budaya yang dipahami anak maka akan semakin baik," kata Kasandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement