Selasa 08 Aug 2017 11:03 WIB

Gunung Tunak Tawarkan Wisata dengan Keunikan Koleksi Hewan

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Taman Wisata Alam Gunung Tunak, Lombok, NTB.
Foto: Republika/M Nursyamsyi
Taman Wisata Alam Gunung Tunak, Lombok, NTB.

REPUBLIKA.CO.ID, TWA Gunung Tunak sendiri menjadi salah satu prioritas utama bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB sebagai tempat wisata edukatif di Pulau Lombok. Beragam flora dan fauna menjadi pemandangan yang bisa dilihat.

Humas Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTB Ivan Juhandara menjelaskan, TWA Gunung Tunak menyimpan kekayaan ragam flora dan fauna, baik yang dilindungi maupun liar. Tanaman-tanaman seperti puna jiwa atau songgak, wali kukun, ekas, ketimis, hingga cabai hutan.

Berbeda dengan hutan-hutan di Kalimantan yang memiliki pohon-pohon besar, Ivan mengatakan, pohon-pohon di kawasan TWA Gunung Tunak lebih berjenis meranggas lantaran berada di dataran hutan hujan rendah dengan iklim yang cukup panas. Pohon terbesar yang ada di sini, jamu pohon Asam dan Kepuh, itupun tidak lebih dari 40 cm diameternya dengan jumlah 20 pohon. Kebanyakan pohon lain di TWA memiliki diameter tidak lebih dari 30 cm.

Ivan melanjutkan, keunikan TWA Gunung Tunak berada pada koleksi satwanya. Beragam satwa seperti burung gosong, elang laut, elang putih bondol, elang ular, ular sanca, kera ekor panjang, babi hutan, musang, hingga tupai.

Burung Gosong merupakan jenis satwa yang dilindungi dan masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature dan Natural Resources, berstatus beresiko rendah.

"Burung Gosong seperti Maleo di Sulawesi, jenis yang dilindungi sekitar 100 ekor, populasi sarangnya ada di sini," kata Ivan.

Selain itu, ada juga Burung Itik Gunung yang dikenal sebagai burung migran yang unik lantaran hanya 'berkunjung' ke TWA Gunung Tunak saat musim hujan tiba sekitar September hingga November. Burung-burung ini datang dari perairan Australia dan memilih titik-titik perairan danau di kawasan TWA. Ivan menambahkan, BKSDA NTB juga sedang membangun pusat ekologi kupu-kupu seluas 1 hektar. Pasalnya, ada sekitar 30 spesies kupu-kupu yang hidup di TWA ini.

Nantinya, pengelola menyiapkan tanaman pakan ulat, tanaman kupu-kupu, bunga, hungga rekayasa semacam semprotan air.

"Secara alami dia (kupu-kupu) datang sendiri kalau habitatnya kita ciptakan, dan nanti kupu-kupu akan menaruh telurnya di sini," kata Ivan.

Ivan menyampaikan TWA Gunung Tunak sedang berbenah diri sebagai ekowisata berbasis masyarakat. Sejumlah pembangunan pusat informasi, homestay, gedung serba guna, pusat ekologi kupu-kupu, sanctuary rusa timor, shelter, pos selfie point, area perkemahan, peningkatan jalan, dan jalur trail, dan instalasi listrik.

Ivan menuturkan, BKSDA NTB bekerja sama dengan Korea Forest Service yang membantu biaya pembangunan sebesar Rp 20 miliar yang ditargetkan rampung pada tahun ini. "Ditargetkan September ini selesai dan bisa grand opening," ucap Ivan.

Ivan berharap, pengembangan TWA Gunung Tunak juga menghadirkan peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar dengan menawarkan sajian kuliner, sebagai pemandu wisata, hingga menampilkan atraksi budaya bagi para pengunjung. Beberapa pemuda di sekitar kawasan diajak berkunjung ke Korea Selatan untuk melihat langsung model pengelolaan kawasan hutan di sana untuk diaplikasikan di TWA ini. Menurut Ivan, keberhasilan TWA Gunung Tunak juga bergantung pada sektor SDM masyarakat sekitar yang kini terus diberikan pemahaman akan pembangunan TWA Gunung Tunak.

Kepala Dusun Tambuk Desa Mertak Amaq Marwardi mengapresiasi upaya BKSDA NTB mengembangkan TWA Gunung Tunak sebagai ekowisata di Selatan Pulau Lombok. Marwardi mengatakan, masyarakat sekitar banyak berharap agar pengembangan TWA bisa segera terealisasi karena diyakini akan mendorong perekonomian warga. Saat ini, kebanyakan masyarakat di sekitar TWA yang terdiri atas Dusun Takarakar, Bumbang, Batuguling, Semunduk, Tanabea, dan Tambuk berkutat di sektor pertanian, nelayan, dan peternak.

"Hutan Tunak begitu dikagumi bagi masyarakat di Lombok Tengah karena dianggap masih keramat," ujar Marwardi.

Menurut Marwardi, kearifan lokal masih sangat terjaga di sini. Warga tidak ada yang berani mencuri apapun yang ada di dalam Gunung Tunak karena takut kualat. Marwardi menanamkan kepada warga agar memberi penjelasan kepada wisatawan yang datang untuk bersama-sama menjaga Gunung Tunak. Selain itu, Mawardi mengimbau kepada pengunjung untuk tidak berswafoto (selfie) di tebing-tebing karena berbahaya.

"Pemuda di sini diminta beritahu pengunjung jangan pada selfie di tebing, ini soalnya semakin gila yang selfie-selfie untuk eksis," lanjut Marwardi.

Gunung Tunak juga menyimpan tradisi unik Petaek Kao atau menaikkan kerbau yang digelar setahun sekali pada bulan sepuluh penanggalan Sasak, antara Februari dan Maret. Marwardi menerangkan, dalam tradisi ini para pemilik kerbau dari desa-desa di Lombok Tengah akan menginap dan membiarkan kerbaunya berendam selama seminggu di laguna Pantai Sebayak. Dipercaya, tradisi ini membuat ternak menjadi sehat dan bisa berkembangbiak yang banyak.

"Tradisi memandikan ribuan kerbau juga bisa jadi objek wisata yang menarik bagi wisatawan," kata Marwardi menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement