Selasa 08 Aug 2017 07:39 WIB

Kisah Unik di Balik Festival Kucing Belgia

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Festival kucing di Ypres, Belgia.
Foto: Wikipedia
Festival kucing di Ypres, Belgia.

REPUBLIKA.CO.ID, Selama 60 tahun terkahir, masyarakat Belgia khususnya di kota Ypres menggelar sebuah acara unik yaitu festival kucing yang diberi nama Kattenstoet. Festival kucing ini diadakan secara meriah dan rutin setiap tiga tahun sekali.

Kattenstoet dimeriahkan dengan parade yang menghadirkan patung kucing raksasa, marching band serta pasukan berkuda di sepanjang jalan kota. Sementara itu, ada pula rombongan arak-arakan yang mengenakan kostum kucing, kucing dan juga penyihir.

Di balik kemeriahan festival kucing tersebut, tidak ada yang menyangka bahwa nasib kucing di Eropa pada zaman pertengahan sangatlah memprihatinkan. Kisah pahit yang dialami kucing ini pula yang melatarbelakangi diadakannya festival ini.

Pada zaman pertengahan di Eropa, kucing tidak diperlakukan dengan baik layaknya perlakuan yang diterima kucing saat ini. Kucing dianggap makhluk yang membawa roh jahat sehingga kerap dimusnahkan masal dengan berbagai ritual yang sangat menyiksa.

Satu waktu di kota Ypres, populasi tikus sempat melonjak seiring meningkatnya produksi kain di kota tersebut. Banyaknya jumlah tikus menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Untuk mengendalikan populasi tikus ini, masyarakat memanfaatkan kucing sebagai pembasminya.

Namun, seiring berkurangnya jumlah tikus, populasi kucing terus meningkat. Pada saat itulah pembunuhan masal terhadap kucing mulai dilakukan. Masyarakat menganggap kucing membawa roh jahat dan mereka membasminya menggunakan cara-cara barbar mulai dari membakar dan menyimpan abunya hingga melemparnya dari atas menara gereja.

Masyarakat meyakini, semakin buruk bisnis yang mereka jalankan, maka semakin banyak kucing yang harus dibunuh untuk membuang sial. Praktik kejam ini terus berlanjut dan rutin dilakukan hingga 1817. Ritual baru dihentikan ketika seekor kucing selamat saat dilemparkan dari atas menara gereja.

Pada 1938, ritual tersebut masih dilakukan namun anak-anak gereja tidak lagi mengorbankan kucing melainkan menggantinya dengan boneka kucing. Kegiatan tersebut kemudian dijadikan sebagai festival lokal pada tahun 1950an dan mengisinya dengan parade kucing yang meriah.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement