REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Novel terbaru Ahmad Fuadi berjudul Anak Rantau berhasil masuk posisi best seller dalam situs bukabuku.com. Posisi tersebut bertahan hingga empat pekan.
"Saya bersyukur sekali sekaligus senang, karena apa yang saya buat disenangi, diapresiasi, dan membuat penasaran pembaca. Saya berharap buku ini bisa menyembuhkan banyak luka dan menumbuhkan banyak maaf,” ujar Ahmad Fuadi dalam keterangan tertulis, Rabu (12/7).
Penulis novel Negeri 5 Menara ini mengatakan, novel Anak Rantau menjadi novel yang paling dicari saat ini. Menurut Fuadi, hal tersebut dikarenakan dalam novelnya memasukkan banyak muatan lokal.
“Novel Anak Rantau, kental dengan muatan lokal. Di novel sini juga ada pesan pendidikan kepada para generasi muda. Pesan utama yang ingin saya sampaikan ialah mengobati luka masa lalu dengan berdamai dengan cara maafkan, lepaskan, lalu lupakan. Pesan ini mungkin cocok dengan situasi masyarakat saat ini yang kadang terbelah secara politik. Dari pesan yang saya letakkan, mungkin banyak yang tersentuh," ujarnya.
Judul Anak Rantau, dikatakannya juga memiliki kedekatan dengan masyarakat pembaca. Ada banyak perantau, hari ini, baik yang merantau dalam arti sebenarnya, orang yang hidup di perantauan atau merantau dalam artian hidup di dunia ini, yang sesungguhnya kita juga akan merantau kelak di kehidupan yang lainnya.
"Jadi, memang banyak yang terwakili dengan kata merantau ini,” jelasnya.
Terkait strategi marketing penjualan novel Anak Rantau, Fuadi mengaku saat ini novelnya belum ada di toko buku konvensional.
”Ini terkait dengan strategi marketing dari penerbit ya, yang saya fahami memang langkah awal pemasaran novel anak rantau akan memanfaatkan media online dulu penjualannya. Setelah dirasa pada waktu tertentu sudah cukup baru nanti akan dipasarkan di toko-toko buku dan dipasarkan secara konvensional,” ujarnya.
Novel anak Rantau menceritakan petualangan Hepi bersama Attar penembak jitu dan Zen yang penyayang binatang. Semua tokoh ini bertualang mendatangi sarang jin, menghadapi lelaki bermata harimau, memburu biduk hantu, dan menyusup ke markas pembunuh.
Dalam penggarapannya, penulis novel Negeri 5 Menara ini menghabiskan waktu empat tahun. Bahkan ia sampai melakukan riset ke Sumatera Barat dengan mewawancarai pemuka adat dan perantau.