Jumat 07 Jul 2017 14:39 WIB

Menu Ikan Harus Jadi Sajian Prioritas Keluarga

Ikan bakar menjadi pendamping makan nasi santan khas Taka Bonerate.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ikan bakar menjadi pendamping makan nasi santan khas Taka Bonerate.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Direktur RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang drg Dominikus Minggu Mere mengatakan menu ikan harus menjadi prioritas ketika menyajikan makanan untuk dikonsumi sehari-hari dalam keluarga.

"Konsumsi ikan yang tinggi akan berdampak pada asupan gizi terutama protein untuk keluarga sehingga anak-anak dapat terhindar dari masalah kekerdilan atau stunting," katanya saat dihubungi di Kupang, Jumat (7/7).

Ia mengatakan hal itu terkait upaya dilakukan dalam mengurangi masalah kekerdilan (stunting) yang terjadi pada anak-anak melalui pemberian asupan gizi yang baik. Menurutnya, masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga perlu diberikan pencerahan terkait pengolahan dan penyajian menu makanan bagi keluarga dengan mengutamakan ketercukupan kandungan gizi yang seimbang.

Untuk itu, Dominikus memandang penting adanya gerakan berupa kampanye gemar makan ikan yang gencar dilakukan pemerintah pusat hingga daerah. Gerakan semacam itu, katanya, dapat dilakukan pula melalui unsur-unsur yang berkaitan erat dengan aktivitas ibu-ibu rumah tangga seperti PKK, Karang Taruna, kader, organisasi wanita dan sebagainya.

"Dengan begitu pola pikir masyarakat kita perlahan dapat terbentuk sehingga kemudian mengganti menu protein dalam keluarga dengan mengandalkan ikan," katanya.

"Anak-anak jangan hanya dikasih makan nasi dengan makan instan terus-menerus karena dampaknya menghambat pertumbuhan yang mengakibatkan gizi buruk," katanya.

Dominikus menjelaskan kasus gizi buruk anak yang dominan ditangani rumah sakit setempat lebih pada kasus-kasus yang berkaitan dengan berat badan bayi yang rendah dengan penyakit penyerta, selain juga bayi-bayi yang lahir lebih awal atau tidak cukup bulannya.

Untuk itu, langkah penanganan lebih terfokus pada penyakit penyerta seperti berhubungan dengan saluran pernapasan dan penyakit lainnya dalam kaitan dengan tumbuh kembang organ vital anak seperti jatung, paru-paru, dan lainnya.

"Yang kami tangani itu bayi-bayi berkebutuhan khusus, jadi belum tentu juga bekriteria stunting dan biasanya pasien anak-anak ini kita rawat di unit Neonatal Intensive Care Unit (NICU)," katanya.

Ia menambahkan, untuk mendorong pertumbuhan gizi anak yang baik dalam masyarakat maka diperlukan sentuhan peran lintas sektor dari hingga sekolah-sekolah, organisasi masyarakat, dan keluarga.

Selain itu, perlu adanya pemantauan gizi secara teratur dari petugas Dinas Kesehatan di setiap daerah untuk mendasari penentuan program dan kebijakan peningkatan gizi.

"Dengan begitu bisa diketahui misalnya tingkat konsumsi ikan di suatu daerah rendah maka perlu ada program atau tindakan untuk meningkatkannya," katanya.

Sebelumnya Kepala Kantor Staf Presiden RI Teten Masduki dalam kunjungannya mengikuti kegiatan kampanye gemar makan ikan di Kupang beberapa waktu lalu menjelaskan, tingkat konsumsi ikan setiap orang di Indonesia masih rendah sekitar 36 kilogram per tahun atau rata-rata tiga kilogram per 30 hari.

"Angka kondisi kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi mencapai 27 persen atau di atas standar yang ditoleransi dunia melalui organisasi kesehatan dunia WHO sebesar 20 persen," katanya.

Kondisi gizi masyarakat harus diperbaiki salah satunya dengan meningkatkan minat untuk gemar mengonsumsi ikan karena Indonesia memiliki kekayaan protein laut yang besar dan kaya dengan didukung luas wilayah laut mencapai 70 persen.

"Apalagi di NTT yang merupakan provinsi kepulauan dengan laut yang luas mencapai 200 ribu Km persegi dan bersih tentu penghasilan ikannya besar," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement