REPUBLIKA.CO.ID, Lumpia sudah lama menjadi jenis kuliner yang melekat di hati warga Kota Semarang. Tidak lengkap rasanya pergi ke kota Semarang tanpa mencicip lumpia, begitu pula sebaliknya ketika pergi ke luar kota semacam ada yang kurang kalau tidak membawa oleh-oleh Lumpia khas Semarang ini.
Di kota Semarang sendiri tersebar banyak sekali pedagang yang menjajakan lumpia mulai dari yang kaki lima hingga berbentuk restoran, ada yang masih bertahan di tempat yang sama sejak puluhan tahun lalu, ada juga yang sudah membuat berbagai inovasi rasa. Lumpia merupakan makanan semacam rollade yang berisi rebung, telur, dan daging ayam atau udang.
Noor Aini Rachmawati selaku Public Relatin and Advertising Ezytravel.co.id, dalam siaran persnya menjelaskan orang Semarang sendiri ada yang menyebutnya lunpia ada juga yang menyebutnya lumpia, keduanya tidak salah. Lun atau lum berarti lunak atau lembut, bergantung pada dialek pengucapan. Pia sendiri berasal dari dialek Hokkian (Tionghoa) yang berarti kue. Pada awalnya lumpia Semarang ini tidak digoreng jadi seperti kue lainnya.
Lalu bagaimana sejarah kehadiran lumpia di kota Semarang? Jika menilik sejarah lumpia sendiri, jenis makanan ini bisa ditemukan di beberapa negara Asia seperti Cina, Vietnam, dan Filipina, tentunya dengan nama dan adonan yang berbeda-beda. Lumpia Semarang sendiri konon merupakan kuliner perpaduan Cina-Indonesia, yang awalnya dibuat oleh pasangan Tjoa Thay Joe dari Cina dan Mbak Wasih yang menghasilkan cita rasa manis yang digemari masyarakat Semarang.
Tidak disangka perjuangan yang dilakukan Tjoa Thay Joe dan Mbok Wasih diteruskan oleh anak cucunya hingga kini yaitu generasi kelima. Bahkan pada generasi ketiga, tiga dari empat cucu Tjoa Thay Joe memiliki merek lunpianya sendiri-sendiri. Berikut ini akan dipaparkan silsilah keluarga lumpia Semarang dari tahun 1870 hingga 2016.
Generasi 1: Tjoa Thay Joe dan Mbok Wasih (1870)
Keduanya menciptakan jajanan khas Semarang ketika zaman kolonial Belanda sekitar tahun 1870. Keduanya menggabungkan akulturasi budaya Cina dan Jawa pada racikan lunpianya. Lumpia yang awalnya hanya berisi potongan rebung atau bambu muda kemudian ditambahkan juga telur ayam dan bumbu rempah lainnya agar terasa sedap.
Generasi ke-2: Siem Gwan Sing & Tjoa Po Nio (1930)
Sepeninggal Tjoa Thay Joe, resep lumpia khas Semarang diwariskan kepada putranya yaitu Siem Gwan Sing yang menikah dengan Tjoa Po Nio. Kala itu jajanan lumpia menjadi primadona di kalangan warga Semarang baik keturunan Cina maupun penduduk asli.
Generasi ke-3: Siem Swie Nie, Siem Swie Kiem, Siem Hwa Nio (1960)
Tiga dari empat anak dari pasangan pembuat Lunpia generasi kedua (Siem Gwan Sing & Tjoa Po Nio) melanjutkan perjuangan kakeknya untuk menjajakan lumpia di kota Semarang. Ketiganya bahkan memiliki merk dan wilayahnya sendiri-sendiri seperti Siem Swie Nie yang hingga kini masih dilanjutkan oleh generasi penerusnya yang lebih dikenal oleh warga Semarang dengan nama Mbak Lien. Lumpia Mbak Lien ini bisa kita temukan di Jalan Pemuda.
Yang kedua Siem Swie Kiem dengan lumpia yang dijualnya di gang Lombok (Pecinan) sehingga lebih dikenal dengan sebutan Lumpia Gang Lombok. Dan yang ketiga Siem Hwa Nio yang menjajakan lumpianya di daerah Mataram (lunpia Mataram).
Generasi ke-4: Tan Yok Tjay (1980)
Pada era ini lumpia sudah dikenal luas oleh masyarakat kota Semarang bahkan daerah-daerah lain di Indonesia. Tan Yok Tjay juga mendapat julukan Master Chef Lunpia Mataram karena dedikasinya melanjutkan perjuangan melestarikan makanan tradisional lumpia Semarang. Tan Yok Tjay bahkan sempat mengalami perjuangannya sendiri saat menjual lumpia dengan mendorong gerobak di Jalan Mataram dan sekitarnya.
Generasi ke-5: Meilani Sugiarto/Cik Me Me (2014)
Salah satu generasi penerus ke-5 dari silsilah keluarga pencipta lumpia Semarang adalah wanita bernama Meilani Sugiarto atau yang lebih akrab disapa Cik Me Me. Sejak kecil Cik Me Me sudah membantu ayahnya menggulung lumpia. Putri dari Tan Yok Tjay tersebut kini menjual lumpia menjadi sebuah restoran dan pusat oleh-oleh Semarang dengan nama Lunpia Delight. Di tangannya, Lumpia semakin mendunia dengan berbagai promosi dan inovasi yang dilakukan. Antara lain dengan menciptakan berbagai varian rasa lumpia seperti isi kakap, kepiting, kambing jantan muda, bahkan isi jamur dan kacang mede.
Inovasinya tersebut bahkan sempat mendapatkan penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID) sebagai lumpia dengan varian menu terbanyak. Cik Me Me dikenal sebagai ikon wanita pejuang atas usahanya melestarikan tradisi kuliner kota Semarang, hal itu dibuktikan dengan meraih Kartini Award pada tahun 2014.