REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Teknologi Pangan dari IPB, Prof Dr Purwiyatno Hariyadi, mengatakan pengolahan dengan panas merupakan salah satu teknik pengawetan yang sangat popular. Menurutnya, pemanasan dengan api, tidak hanya timbulkan pengawetan tapi rasa.
Pengolahan dengan panas ini merupakan memasak makanan yang sudah dikenal sejak tahun 1830 dan diperkenalkan pertama kali oleh Nicholas Appert. Dimana kala itu, Appert menerapkan ilmu pengawetan makanan. Ia ditantang untuk mengikuti lomba pengawetan makanan saat perang antara Prancis dan Inggris perang. Prancis lebih banyak mati karena kekurangan makanan. Dan Nicholas memenangkan dengan cara memanaskan dalam kaleng kemudian setelah itu berkembang terus sampai teknologi retort.
Ia mengungkapkan bahwa mikroba merusak makanan terutama yang basah seperti ayam, daging, telur dan susu. Makanan tersebut banyak kandungan zat gizi yang disukai manusia dan mikroba. “Tidak bisa tumbuh pada lingkungan ekstrim. Dengan pemanasan mengatur suhu. Pemanasan lebih efektif.”
Dengan mengaplikasikan suhu tinggi pada makanan sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh. Suhu tinggi membunuh mikroba.
“Setelah tercapai itu. Tidak ada mikroorganisme harus dipertahakankan. Gunakan kemasan baik tertutup kedap. Tidak mampu lagi dilewati mikroorgabisme. Mencegah pencemaran kembali (rekontaminasi) pada makanan,” jelasnya.
Makanan yang awalnya dikemas dalam kaleng berkembang menjadi makanan kemasan yang fleksibel. Sejarah muncul saat zaman perang, supaya ringan awet bisa dilempar turun dari helikopter. Yakni saat dilempar dari helikopter tidak pecah.