Jumat 10 Feb 2017 16:43 WIB

Belajar Kebencanaan di Disaster Documentary Museum Yogya

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Indira Rezkisari
Lanskap Gunung Merapi yang mengeluarkan asap sulfatara dengan latar depan Gunung Merbabu terlihat udara Jawa Tengah, Selasa (17/5).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Lanskap Gunung Merapi yang mengeluarkan asap sulfatara dengan latar depan Gunung Merbabu terlihat udara Jawa Tengah, Selasa (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Banyak objek wisata edukasi yang menampilkan gambaran bencana Erupsi Merapi dari tahun ke tahun. Di sekitar Lereng Merapi saja terdapat beberapa tempat yang bercerita soal dahsyatnya amukan gunung api teraktif di dunia itu.

Di antaranya Museum Omahku Memoriku atau Sisa Hartaku, Patilasan Mbah Maridjan, dan Museum Gunung Merapi (MGM). Setiap objek memiliki ciri khasnya masing-masing. Termasuk yang baru dibangun belum lama ini, yakni Disaster Documentary Museum (DDM) di Srodokan Gungan, Wukirsari, Cangkringan.

Berdeda dengan museum kebencanaan lainnya yang terletak jauh dari pemukiman, DDM justeru berada di area hunian tetap (Huntap), yaitu tempat para korban erupsi direlokasi. Maka itu, selain bisa melihat koleksi dokumenter, pengunjung juga bisa bertemu warga yang terdampak langsung Erupsi Merapi 2010.

Kepala Dusun Srodokan, sekaligus pengelola DDM, Totok Hartanto menceritakan, ide pembangunan museum seluas enam kali enam meter itu berawal dari kesadaran masyarakat mengenai pentingnya dokumentasi kebencanaan. “Setelah bencana erupsi kan banyak yang hilang. Candi saja banyak yang terkubur,” ujarnya.

Oleh karena itu, perlu ada media untuk mengabadikan momen tertentu yang ke depannya bisa diturunkan pada anak cucu mereka. Totok mengatakan, dokumen kebencanaan juga bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Hal tersebut akan sangat berguna untuk mengurangi risiko bencana di masa depan.

Adapun bangunan DDM sendiri merupakan satu unit huntap yang sudah tidak dipakai oleh pemiliknya. Karena rumah tersebut kosong, warga pun sepakat menjadikannya sebagai museum. Sekarang huntap di ujung kampung itu telah berisi berbagai benda yang merekam peristiwa erupsi.

Mulai dari foto-foto sebelum, saat, dan sesudah erupsi, serta benda yang terkena dampak erupsi seperti motor dan perabotan rumah tangga. “Semua benda yang ada di sini ya sisa-sisa erupsi. Kebanyakan asli punya warga,” kata Totok.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pun menyambut baik keberadaan DDM. Pasalnya pendirian museum tersebut berasal dari inisiatif warga. Sri Sultan menyampaikan, ke depannya DDM dapat dijadikan sebagai wahana pembelajaran bagi para pelajar.

“Ini bisa dikoordinasikan dengan aktivitas pendidikan. Nanti saya bisa mminta anak-anak sekolah belajar di sini,” katanya. Ia berharap, aktivitas pembelajaran di DDM bisa membangun integritas dan rasa kemanusiaan para pelajar.

Pasalnya, selain mempelajari peristiwa kebencanaan, pengunjung DDM bisa bersinggungan langsung dengan warga terdampak erupsi. Meski demikian, Sri Sultan tidak akan memaksa seluruh Huntap untuk membangun museum yang sama. Semuanya diserahkan pada kemauan warga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement