REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sunat selama ini dikenal masyarakat hanya sebagai ritual keagamaan. Padahal di samping memiliki manfaat kesehatan, sunat juga merupakan pendidikan seksual paling awal. Hal ini diungkapkan oleh psikolog pendidikan dan industri, Bambang Sunaryo.
“Sebenaranya sunat itu pendidikan seksual paling awal, dia mempersiapkan pada suatu pengenalan diri lebih ke fungsi ke depan, anak laki-laki itu harus bagaimana, anak perempuan bagaimana, dia sudah tahu membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, anak laki-laki disunat, walaupun ada sunat perempuan tapi tidak terlalu diekspos, ada ulama yang bilang wajib ada juga yang sunah. Dari situ anak tahu, dia tahu kenapa anak laki-laki harus disunat, itu pelajaran pertama kali,” jelas pria yang juga menjabat sebagai HRD Holding Co, Rumah Sunat Group, kepada Republika.co.id di Jakarta belum lama ini.
Sebenarnya pengenalan genital dimulai dari anak masih kecil yang juga berarti pengenalan diri. Ketika anak laki-laki dan perempuan melihat anggota tubuhnya, mereka kelamaan anak berpikir perbedaan tubuh kedua kelamin.
Bambang mengatakan, orang tua memiliki tugas menjelaskan perbedaan itu ke anak. Jangan sampai timbul iri kelamin, yakni anak perempuan merasa iri dengan kelamin anak laki-laki. Sunat akan membantu orang tua menegaskan ke anak, bahwa ia adalah laki-laki.
Selain itu, Bambang mengatakan sunat juga merupakan identitas diri. Makanya setelah sunat itu seharusnya anak-anak sudah disiapkan menuju peran gender. Menurutnya gender ini ketika diletakkan dari awal, nantinya akan membuat anak mampu memposisikan dirinya.
“Sehingga tidak terjadi namanya LGBT, dan segala macam. Itu sebenarnya karena kesalahan pendidikan, yang tidak dipersiapkan,” ujarnya.
Bambang mengatakan, sunat pun membantu mencegah penyimpangan seksual. Karena itu perlu ada pengenalan gender dimulai dari kecil, sehingga seorang laki-laki tahu harus bagaimana sebenarnya dia. Termasuk memahami perannya sebagai anak laki-laki.
“Karena ke depannya dia harus memimpin, dia harus mempunyai jiwa kepemimpinan. Katakan pada anak, kalau kamu berani, kamu jagoan, kamu harus begini. Ini akan membuat anak termotivasi, itu penting, Karena pengembangan diri dimulai dari motivasi,” tambahnya.