REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Rencana pemerintah kota Balikpapan, Kalimantan Timur, mewujudkan mewujudkan kampung baru di Balikpapan Barat menjadi "Kota Tua" dan menjadi obyek wisata baru segera terwujud.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Balikpapan Oemy Facessly mengatakan, pengerjaan akan dilakukan mulai tahun ini.
"Semoga 2018 mendatang sudah jadi dan bisa dikunjungi sebagai objek wisata," kata Oemy Facessly, Senin.
Menurut Oemy, dana khusus untuk pengembangan objek wisata itu memang tidak ada. Tetapi Disporabudpar akan menggalang dukungan dana melalui perusahaan-perusahaan yang memiliki CSR (corporate social responsibility) dengan generasi muda sebagai pelaksana di lapangan.
Nama "Kampung Baru" untuk merujuk permukiman tertua di Kota Balikpapan tersebut berasal dari fakta bahwa kampung ini adalah permukiman pertama atau baru di luar komplek untuk karyawan-karyawan perusahaan minyak, saat awal Balikpapan berdiri di penghujung abad ke-19.
Kampung Baru membentang sepanjang lebih kurang 5 kilometer di sepanjang dua jalan yang paralel. Satu jalan menyisir pantai yaitu Jenderal R Soeprapto, yang tentu saja mendapat namanya di zaman Orde Baru, dan satu lagi Jalan Wolter Monginsidi yang naik hingga ke perbukitan.
Di pantai Teluk Balikpapan ada Pelabuhan Klotok dan sejumlah dermaga khusus. Sejak dari kawasan Pandansari juga berderet di pantai rumah-rumah permukiman warga yang didirikan di atas tonggak-tonggak kayu ulin sebagai rumah panggung.
"Kampung Atas Air itu juga akan jadi satu destinasi wisata kita. Itu kan cukup unik, hanya perlu sentuhan dan polesan agar layak jual," kata Oemy.
Di perbatasan Kampung Atas Air dengan kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan V kini mulai ditanami pohon-pohon bakau untuk memisahkan dan melindungi warga dari risiko dekat industri pengolahan migas tersebut. Selain itu, Kampung Baru juga menyimpan peninggalan sejarah walaupun keadaannya nyaris terbengkalai.
Oemy menambahkan di Kampung Baru Ilir ada meriam peninggalan Jepang dari Perang Dunia II. Meriam berkaliber 12,7 mm yang bertengger di bukit menampakkan pemandangan Teluk Balikpapan dan sedikit laut lepas Selat Makassar di sebelah timur.
"Maka dari itu, gunung itu disebut Gunung Meriam," kata Petrik Matanasi, sejarawan muda yang menulis buku Balikpapan Tempo Doeloe.