REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata I Gde Pitana menjelaskan, tahun ini iklim pariwisata Indonesia akan jauh lebih baik. Hal tersebut tidak terlepas dari ekonomi dunia yang diprediksi membaik di 2017 dibanding tahun sebelumnya.
Ia mengatakan, dari segi pertumbuhan ekonomi negara pasar pariwisata Indonesia seperti Cina, Australia, Singapura, Malaysia, Jepang, Inggris dan Eropa, hampir semuanya tidak ada yan mengalami pertumbuhan negatif pada 2017 ini. Pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya sangat penting bagi suatu penduduk untuk berwisata. "Artinya perjalanan wisata mereka tumbuh," katanya kepada Republika, Senin (2/1).
Sebenarnya, sempat ada kekhawatiranPemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017 akan membuat suasana di tanah air kurang kondusif. Namun berdasarkan pengalaman Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dan 2015 lalu juga berbagai Pilkada lainnya, ternyata situasinya sangat demokratis membuat tidak ada hal yang perlu ditakutkan juga untuk tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik sebesar 5,1 persen menambah keyakinan pemerintah akan mencapai target 15 juta wsiatawan mancanegara tahun ini. Apalagi, branding dan promosi yang telah dilakukan sejak 2015-1026 mulai menunjukkan gemanya di luar negeri. Indonesia sudah mulai dikenal di kancah dunia sebagai destinasi pariwisata. "Ini modal utama menarik wisatawan 2017," tegasnya.
Namun, berkaca pada tahun sebelumnya, masih banyak yang perlu diperbaiki seperti halnya promosi. Sejauh ini Austrlia, yang merupakan pasar besar Indonesia masih fokus menjadikan Bali sebagai tujuannya. Padahal, Indonesia memiliki destinasi lain yang dapat menjadi rujukan untuk membuat mereka tidak bosan berkunjung ke Indonesia. Begitu juga dengan Cina yang belum mengetahui Malang dan Medan. "Demikian juga Eropa dan lainnya," kata dia.
Selain promosi ke mancanegara melalui berbagai pintu, ia melanjutkan, perlu juga adanya peningkatan aksestabilitas. Sekitar 85 persen wisatawan berkunjung ke Indonesia dengan menaiki pesawat, sementara sisanya menggunakan kapal pesiar dan kapal fery. Untuk itu, kenyamanan dan keamann perlu diperbaiki demi kenyamanan pengunjung.
Sejauh ini, Indonesia masih menargetkan wisman dari kota-kota besar, padahal diakui Pitana, ada potensi luar biasa di perbatasan, yakni wisatawan crossboarder. Seperti diketahu, Indoensai berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura, Papua Nugini dan Timor Leste. "Kita punya banyak, mestinya kita berusaha menjaring mereka untuk datang," katanya. Contohnya wisman asal Kuching, Malaysia yang ingin berwisata ke Entikong, Kalimantan. Kunjungan wisman tersebut akan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Entikong.
Berbagai upaya dilakukan Kemenpar untuk terus mendatangkan wisman dan mendorong perjalanan wisatawan nusantara. Salah satu yang saat ini ramai mejadi pembahasan adalah pembebasan visa. Diakui Pitana, dampak bebas visa sebenarnya baru bisa disimpulkan setelah 3 tahun. Namun, selama evaluasi yang telah dilakukan pihaknya, bebas visa memiliki pengaruh snagat besar terhadap kedatangan wisman.
"Pada periode yang sama sebelum berlaku dan setelah berlaku bebas visa, Amerika naik 31 persen," kata dia. Begitu juga dengan Timur Tengah yang mengalami kenaikan 17 persen dan Australia yang meningkat 14 persen.
"Salah satu faktor ya bebas visa itu," tegas Pitana. Meningkatnya kunjungan wisman asal Amerika tersebut menurut Pitana bukanlah wisatawan yang berangkat dari Los Angeles, New York ataupun wilayah lain di negara Amerika melainkan dari Bangkok, Sydney dan Singapura. Sebab, banyak warga negara Amerika yang tinggal di sana dan dengan diterapkannya bebas visa, mereka lebih mudah untuk berkunjung ke Indonesia.
"Tinggal bawa pasport, packing mereka bisa ke Indonesia. Tidak perlu repot urus visa," ujar dia. Ia mengatakan, ada 169 negara yang bebas visa. Di luar negara tersebut, banyak pula wisman yang melakukan kunjungan ke tanah air.