REPUBLIKA.CO.ID, "Come on girls, come on its okay for you," teriak Eka Setia Putra kepada salah satu turis asing yang ragu melakukan jumping di Air Terjun Benang Stokel.
Eka adalah satu dari sekitar 35 pemandu wisata yang menggantungkan hidupnya dari kemolekan Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, yang terletak sekitar 45 Km dari Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam sehari, pemuda berusia 19 tahun ini bisa memandu wisatawan hingga empat kali dengan jarak tempuh ke Air Terjun Benang Stokel sekitar 10 menit berjalan kaki, dan Air Terjun Benang Kelambu sekitar 40 menit berjalan kaki dari pintu masuk kawasan air terjun yang berada di lereng Gunung Rinjani ini. Dengan kondisi jalan yang terjal dan cukup curam, tak heran, kucuran keringat dengan sesekali nafas terengah mengiringi alunan suaranya kala menjelaskan tentang objek wisata ini.
Hampir setiap hari juga, dia melakukan jumping atau melompat dari ketinggian 11 meter di area Air Terjun Benang Stokel yang memiliki kedalaman sekitar enam meter. Dia melakukannya apabila ada wisatawan yang ingin melakukan jumping di sini. Sebagai pemandu wisata, dia akan mencontohkan teknik dan spot aman untuk melakukan lompatan. Tak jarang, turis asing memberikan uang atas aksinya tersebut.
"Kadang ada yang kasih sampai Rp 400 ribu, kadang juga kalau pelit cuma dikasih Rp 2.000," katanya kepada Republika.co.id, Sabtu (26/11).
Dengan sabar, dia menerangkan segalanya tentang apa yang ada dengan kondisi air terjun di sini, mulai dari kebersamaan masyarakat sekitar dalam membangun destinasi wisata, hingga kekesalan akan perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan.
Anak kedua dari delapan bersaudara ini baru dua pekan memandu wisata di sini. Ia mengaku sudah begitu lama meninggalkan Aik Berik lantaran faktor ekonomi. Ia katakan, banyak warga Aik Berik yang memilih meninggalkan kampung halaman lantaran kurangnya lapangan pekerjaan.
Hal ini juga dilakukan kedua orangtuanya untuk mencari nafkah di negeri orang. Sang ibu pergi ke Arab Saudi saat usianya berusia enam bulan. Saat yang sama pula, Ayahnya merantau ke Malaysia. Bersama sang nenek ia habiskan seluruh masa kecilnya di Desa Aik Berik ini. Sang nenek menyembunyikan kepergian kedua orang tuanya kepada Eka. Alhasil, Eka menganggap nenek dan kakeknya sebagai orang tua kandungnya.
Bertahun-tahun keduanya menyembunyikan hal ini kepada Eka. Bertahun-tahun pula perjalanan hidupnya mengalir dari satu tempat ke tempat lain di Pulau Lombok.