Kamis 15 Sep 2016 12:00 WIB

Menghidupkan Kembali 'Ruh' Pelabuhan Cimanuk Tempo Dulu

Masjid Agung Indramayu (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Masjid Agung Indramayu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sungai Cimanuk, merupakan salah satu sungai terpanjang yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Sungai ini mengalir dari hulu yang berada di sekitar Garut, kemudian melawati Sumedang, Majalengka hingga berakhir ke hilir di daerah Indramayu. Sungai Cimanuk merupakan salah satu ikon kota Indramayu. Sebagaimana fungsi umum sebuah sungai, yakni sumber kehidupan: air untuk kebutuhan rumah tangga, air untuk pesawahan, air untuk ladang dan kebun, air untuk perikanan darat, dan fungsi sungai saat musim hujan, Cimanuk ternyata juga menyimpan jejak sejarah yang sangat panjang.

Dulu, Cimanuk merupakan nama pelabuhan. Pengelana Portugis, Tome Pires (1513) mencatatnya sebagai pelabuhan kedua terbesar setelah Sunda Kelapa. Pelabuhan lainnya adalah Bantam (Banten), Pontang (Pomdam), Cheguide (Cigede), Tamgaram (Tangerang), dan Calapa (Kelapa). Peta pulau Jawa dalam buku Da Asia, Decada IV (Barros, ed. Joao Baptista Lavanha: 1615)  memaparkan, Sungai Cimanuk (Chiamo atau Chenano) memisahkan wilayah Sunda dengan Jawa. Sungai Cimanuk merupakan batas di antara kedua kerajaan, Sunda dan Majapahit.

"Jejak pelabuhan itu kini nyaris tidak diketemukan lagi, selain beberapa elemen-elemen kecil semacam patok-patok besi tempat menambatkan kapal-kapal yang berlabuh," ujar pemerhati budaya Indramayu, Supali Kasim saat dihubungi Republika Online, semalam.

Hal itu, ucap dia, mengingatkan betapa pentingnya peran Pelabuhan Cimanuk hingga abad ke-16. Selain, bagaimana terjadinya nama-nama desa di sekitarnya, juga adanya akulturasi yang terjadi antara pedagang Arab dan Cina, kemudian pengaruh dari Eropa terhadap masyarakat pribumi yang berbahasa Jawa-Indramayu di sekitar wilayah yang kini bernama Indramayu.

Pada masa itu, ungkap Supali, badan Sungai Cimanuk cukup lebar sehingga dapat dilalui kapal dari lepas pantai hingga menuju pusat kota di Desa Dermayu. Lokasi pelabuhan diperkirakan terletak di sebuah wilayah, yang kini bernama Kecamatan Pasekan. Jejak yang cukup penting antara lain beberapa desa yang namanya merujuk pada istilah pelabuhan.

Di wilayah ini, terdapat empat desa yang merujuk pada aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pelabuhan. Desa Pabean (kini menjadi Desa Pabean Ilir, Kecamatan Pasekan, dan Desa Pabean Udik Kecamatan Indramayu) berasal dari kata 'bea' yang berarti pajak atau cukai. Desa Pagirikan (Kecamatan Pasekan) berasal dari kata 'girik' yang merujuk pada surat izin keluar masuk daerah pelabuhan. Desa Pasekan (Kecamatan Pasekan) berasal dari 'pasek' yang berarti penyimpanan barang bongkar muat kapal. Maraknya kegiatan pelabuhan meluas hingga Desa Paoman (kini Kelurahan Paoman Kecamatan Indramayu). Paoman berasal dari kata 'omah' lalu menjadi pa-omah-an, yang merupakan perumahan para pegawai pelabuhan.

Beberapa situs juga berada di sekitar Cimanuk. Makam Pangeran Guru (Aria Dilla atau Aria Damar) berada di sekitar tepian Sungai Cimanuk, yakni di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang. Di makam tersebut terdapat lambang regalia 'Surya Majapahit', sebab Aria Damar merupakan keturunan Bupati Palembang, keturunan Majapahit (Brawijaya V). Makam Arya Wiralodra, pendiri Indramayu yang berasal dari Bagelen Purworejo, di tepi barat Sungai Cimanuk atau Blok Krapyak, Desa Sindang, Kecamatan Sindang.

Saat Wiralodra mendirikan pedukuhan, pendopo, dan Masjid Agung, juga berada di tepi berat Sungai Cimanuk. Ibukota tersebut kemudian dialihkan ke sebelah timur Sungai Cimanuk dengan pola kota Islam-Jawa. Peninggalan lainnya mengiringi jejak kehidupan yang terus berjalan seiring pergantian masa, yakni masa kolonilaisme, hampir seluruh kantor-kantor penting berada di tepi Sungai Cimanuk. Gedong Duwur (kantor Asisten Residen Cirebon), kantor pos, pos militer, bank, hingga gereja, kelenteng, sekolah, rumah sakit, maupun kantor-kantor dinas pemerintahan.

Di sisi barat, ada perkampungan Arab dengan aktivitas utama sebagai pedagang minyak wangi dan meubelair, berkembang hingga ke tepi timur. Perkampungan Cina berkembang pula di tepi timur dengan aktivitas utama sebagai pedagang kelontong. Bangunan-bangunan pecinan tampak kokoh di tepi sungai tersebut.

Para pribumi dengan aktivitas di sawah atau ladang, serta nelayan di muara Cimanuk menyatu dengan pendatang dari jazirah Arab dan daratan Cina. Aktivitas pribumi tak sebatas pertanian dan perikanan. Kerajinan batik, yakni Batik Paoman juga berkembang. Terutama dikerjakan para ibu atau istri nelayan. Konon, motif batik tersebut banyak dipengaruhi motif batik Lasem (Jawa Tengah) serta motif flora dan motif mitologi fauna khas Cina. Ada pula kerajinan gerabah di blok Anjun. Nama 'Anjun' memang berarti gerabah dalam bahasa Sansekerta (dyun).

"Saat Belanda berkuasa, Cimanuk seringkali menjadi penanda atau pemisah dalam menentukan batas-batas kabupaten tertentu. Wilayah di sekitar Cimanuk dikenal pula dengan sebutan Kabupaten Bengawan Wetan, untuk memisahkan dengan Cirebon, ataupun dengan Karawang," ujar Supali.

Fakta sejarah kemudian menujukkan peran Pelabuhan Cimanuk mulai surut, saat Jalan Raya Pos dan jalur kereta api membuat pengangkutan barang lebih banyak melalui jalan darat. Pelabuhan makin terbengkalai ketika pecah Perang Dunia II (1938-1945) dan perang revolusi kemerdekaan (1945-1950).

Fakta lain, di berbagai desa adalah geregap berbagai jenis kesenian pertunjukan: sintren, dongbret, wayang kulit, wayang golek cepak, genjring, rudat, trebang, topeng, sandiwara, ataupun tarling. Berbagai upacara adat desa juga mengiringi, seperti nadran, ngarot, ngunjung, baritan, sedekah bumi, mapag tamba, maupun mapag sri.

Pelabuhan memang tak ada lagi. Bahkan, Sungai Cimanuk yang membelah kota Indramayu juga pernah 'dimatikan' pada dekade 1980. Cimanuk dianggap penyebab banjir bagi kota Indramayu pada musim hujan. Cimanuk juga dianggap pemisah wilayah kota dengan sebelah baratnya. Bahkan, Cimanuk dianggap tak mendukung estetika kota. Solusinya saat itu adalah aliran dibelokkan menuju laut lepas, menghindari kota Indramayu.

"Namun, sejak tiga tahun lalu, peran itu diapungkan kembali," ujar Supali. Pasalnya, peran Cimanuk bagi kota Indramayu diangkat secara estetika sebagai taman kota. Sungai Cimanuk tetap memiliki fungsi umum sebagaimana sebuah sungai, yakni sumber kehidupan: air untuk kebutuhan rumah tangga, air untuk pesawahan, air untuk ladang dan kebun, air untuk perikanan darat, dan fungsi sungai saat musim hujan.

Pada anak-anak sungainya, peran itu bertambah dengan beberapa inspirasi. Para perajin kapal kayu, dari perahu kecil hingga kapal besar, seakan-akan tak pernah sepi order, seiring perikanan laut yang makin menjanjikan. Di beberapa lahan lainnya, pohon mangga, kelapa, dan pisang tumbuh subur menggenapinya. Makanan olahan dari buah mangga menjadi home industry. Demikian pula makanan olahan lainnya, seperti kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk kulit ikan, keripik melinjo, keripik rumput tike, dan lain-lainnya. Di beberapa muara, hutan mangrove yang menjadi pelindung daratan, juga berkembang menjadi objek wisata, di seperti di muara Karangsong. Rumah makan ikan bakar, dengan menu utama ikan laut dan gombyang (pindang) kepala ikan manyung, tak pernah sepi pengunjung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement