Selasa 06 Sep 2016 09:18 WIB

Pentingnya Anak Bermain Sungguhan, Bukan di Gawai

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Anak modern memang lebih menyukai permainan di gawainya, tapi pastikan anak lebih banyak bermain dengan objek nyata ketimbang gawainya.
Foto: EPA
Anak modern memang lebih menyukai permainan di gawainya, tapi pastikan anak lebih banyak bermain dengan objek nyata ketimbang gawainya.

REPUBLIKA.CO.ID, Psikolog anak dari Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC) @Kedoya, Ine Indriani, mengatakan salah satu cara mengatasi anak dari kecanduan gawai adalah dengan memberikan pengalihan dengan kegiatan main yang bermanfaat.

Menurutnya, manfaat bermain bagi anak bisa membantu kematangan motorik serta membantu pengembangan logika berpikir. “Kalau mainannya nyata seperti mainan potong-potong, anak bisa langsung potong-potong beneran. Yang nyata dengan pisau-pisauan. Sehingga membuat sensor motorik anak terasah. Dia tahu cara memegang pisau dan tahu warna merah dan hijau dari bahan makanan yang dipotong, dan anak tahu kalau bahan makanan dipotong bisa menjadi dua. Logika anak jadi terasah, motorik peraba terasa teraba anak jadi tahu,” jelasnya dalam acara Seminar Kiat Mengatasi Ketergantungan Anak pada Kacamata dan Gadget, di Jakarta, belum lama ini.

Selain itu, manfaat bermain nyata pada anak bisa membantu kematangan emosi anak. Misalnya anak main karet, bola dan lainnya keluar. Anak akan bahagia. Sementara saat main gawai, anak bisa stres. Emosi ada yang keluar tapi tidak semuanya. Energi rasa marah tidak dikeluarkan karena itu penting bermain riil.

Bukan hanya itu, mengalihkan anak bermain riil dibanding bermain gawai akan membantu kematangan sosial anak. Kalau main bareng anak lain, dia akan berlatih kerja sama dan belajar untuk berbagi.

“Sementara kerja sama di gadget satu lawan satu, atau satu lawan dua atau tiga. Tapi dia yang mainkan sendiri bukan kerjasama yang betul dan bukan kerjasama sesungguhnya,” jelasnya.

Manfaat lainnya anak bermain riil adalah saat berebut mainan, ia bertengkar dengan adiknya atau temannya. Ini sesuatu yang bagus karena anak belajar mengatasi masalah sendiri. “Kalau butuh bantuan kita, kita masuk. Dia berlatih problem solving, bagus untuk emosi dia. Melatih emosi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement