REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Keluarga dan Anak, Roslina Verauli, menujukkan ketidaksepakatannya terhadap program full day school. Menurutnya anak bisa stres jika terlalu lama belajar di sekolah.
Roslina menyebut full day school tak cocok dilakukan di Indonesia. Anak yang terlalu lama belajar akan memberikan dampak negatif padanya. “Anak kelamaan disekolah, anak yang dituntut untuk belajar terus menerus akan rentan terhadap masalah-masalah psikologis dan perilaku, psikologis berupa emosional dan perilaku, stres, depresi, kecemasan, masalah perilaku agresif,” jelasnya kepada Republika.co.id, Selasa (9/8).
Pemerintah harus memahami apa yang dibutuhkan anak usia sekolah dasar. Kata Roslina, mereka cukup menguasai tugas-tugas akademik dasar, menguasai proses calistung yang dasar.
Jika mau ditambah tentang pelajaran-pelajaran, kata dia, maka bisa mengenai konsep-konsep yang mengasah logika berfikir mereka, misalnya sport, bermain, minat dan hobi, main bersama orang tua. Anak butuh punya waktu lebih banyak dengan orang tua, berinteraksi lebih banyak dengan orang tua.
“Karena anak SD separuh hidupnya bersama orang tua, nah kalau dilempar keluar, kita mesti tanyakan lagi bagaimana profil penduduk Indoensia? Apakah di Indonesia yang orang tuanya double career memang semua pulang jam 5 sore? Bisa jam malam,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, perlu dikaji ulang full day school. Misalnya tentang berapa jam sekolahnya, muatan belajarnya apa, remaja umur berapa. Menurutnya, anak SD tidak akan sanggup, dan setiap tahap pertumbuhan anak berbeda.
“Perlu kaji ulang, ibarat riset, kalau proposalnya tidak tepat ditolak dulu gimana, jangan langsung dimajuin, dijadikan uji coba, ibarat skripsi langsung bab 3 dan 4 tahu-tahu bikin kesimpuan, repot,” ujarnya.