REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiprah Happy Salma di dunia seni Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Terbukti dengan didirikannya Titimangasa Foundation yang merupakan wujud kecintaan Happy pada sastra yang dituangkan dalam bentuk ekspresi di atas panggung.
"Yang pasti, 10 tahun lalu saya merasakan kesepian yang begitu besar dalam pekerjaan saya. Dan yang menyelamatkan saya adalah karya sastra indonesia," Ungkap Happy yang ditemui saat konferensi pers pementasan teater Bunga Penutup Abad.
Happy mengakui bahwa karena sastra dirinya merasa terbantu dalam proses pembentukan karakter, sikap, dan pandangan hidupnya.
"Kadang memang sastra itu merupakan dunia yang sunyi dan tidak terjangkau. Sampai akhirnya saya memberanikan diri untuk memulai. Awalnya sulit memang mencari yang memiliki satu energi. Tapi saya selalu berpikir bawah karya yang besar adalah karya yang terjadi."
Perempuan yang mencintai sastra, menulis, dan berakting ini menjelaskan bahwa kesalahan yang dimiliki dunia pertunjukan di Indonesia adalah karena tidak adanya sistem yang mengatur. Hal ini tentunya berbeda dengan di luar negeri yang sudah memiliki sistem yang pasti sehingga seni pertunjukan bisa bersifat komersil. Membuat setiap pajak yang dihasilkan bisa disimpan untuk kebutuhan seni lainnya.
"Karena kita di Indonesia tidak punya sistem yang pasti. Jadi satu-satunya cara adalah dengan tenaga kita sendiri dan meminta bantuan dari perusahaan besar yang memiliki awareness yang tinggi pada dunia seni."
Happy juga menyayangkan bahwa banyaknya lulusan seni pertunjukan teater di Indonesia tidak didukung dengan adanya wadah yang mau menaungi, terlebih ketersediaan panggung pertunjukan.
"Berapa banyak lulusan seni teater pertunjukan di Indonesia setiap tahunnya. Kalau teaternya tidak hidup, mereka akan kerja apa? Kalau mereka di politik nanti mereka main teater dong di panggung politik. Ini kan sayang, setiap orang yang memiliki talenta di bidangnya harus disalurkan, panggunglah salah satunya," kata pemeran Nyai Ontosoroh dalam teater Bunga Penutup Abad.