Senin 01 Aug 2016 18:56 WIB

Menemukan Kedamaian di Pantai Pulau Noko

Para wisatawan bermain pasir di Pulau Noko dengan latar belakang Pulau Gili di Bawean, Kabupaten Gresik.
Foto: Republika/Muhyiddin
Para wisatawan bermain pasir di Pulau Noko dengan latar belakang Pulau Gili di Bawean, Kabupaten Gresik.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhyiddin/Erik Purnama Putra

Keindahan pantai di gugusan Pulau Bawean tiada tanding. Bukan bermaksud berlebihan, namun begitulah kenyataan pantai di Pulau Putri, nama lain Pulau Bawean. Rasa penasaran terhadap Pulau Bawean membuat Lailatul Ghufra (23 tahun), mencoba sensasi untuk menikmati keindahan pantai di Pulau Noko. Pulau Noko adalah salah satu pulau kecil yang termasuk gugus kepulauan yang ada di Bawean. Butuh waktu sekitar 15 sampai 20 menit untuk menuju lokasi.

Ketika masih dalam perjalanan dari Pulau Bawean, dari atas klotok (sampan) keindahan Pulau Noko tampak jelas dari kejauhan. Didukung visibilitas yang baik, terlihat terumbu karang di bawah laut biru dan hijau, di dasar laut tersebut terlihat ikan-ikan kecil, dan beberapa bintang laut.

Pada malam hari, pasir putih di Pulau Noko akan tampak menyala seperti mutiara. Hal itu disebabkan karena pantulan cahaya mengenai air laut yang masih bersih dan jernih. Apalagi, saat bulan pernama, keindahan pulau ini akan semakin menjadi-jadi.

Karena masih alami dan jarang dikunjungi wisatawan luar, plus didukung akses yang cukup menantang untuk menuju lokasi, pantai di Pulau Noko seolah tidak tergambarkan keindahannya. Lailatul bahkan terlihat tidak mampu mengendalikan diri ketika menginjakkan kaki di hamparan pasir putih. Dia tidak henti-hentinya melakukan swafoto (selfie) dengan latar belakang pantai dan langit yang sama-sama berwarna biru tersebut.

Lailatul mengaku takjub atas pemandangan yang ada di depan matanya tersebut. "Indah pakek banget, nggak nyangka aja di salah satu pulau di Bawean ada pemandangan indah seperti itu," ucapnya, belum lama ini.

Pujian setinggi langit Lailatul bukan tanpa sebab. Dia menyatakan, pengalaman melihat pantai yang bebas dari sampah dengan habitat laut yang masih terjaga, jelas merupakan pengalaman berkesan baginya. Lailatul merasa mendapatkan sebuah kemewahan dan kedamaian kala berkunjung ke Pulau Noko.

Karena itu, ia tak henti-hentinya memotret diri maupun pemandangan sekitar. Dia sempat turun dari klotok  untuk menceburkan diri ke laut yang memiliki kedalaman hanya sebetis itu. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, ini mencoba membandingkan pantai yang dikunjunginya dengan saat ia berwisata ke Kepulauan Seribu.

"Ini gak kalah sama Pulau Pari di Kepulauan Seribu. Pasirnya lebih putih lautnya lebih jernih, apalagi udaranya seger banget," ujar Lailatul.

Pada awal Syawal atau momen liburan setelah Hari Raya Idul Fitri, ketika itu sekitar 100 orang mengunjungi Pulau Noko. Namun jangan heran dengan para pengunjung yang sebenarnya merupakan warga lokal. Kebanyakan dari mereka selama ini merantau ke Pulau Jawa untuk bekerja maupun menimba ilmu. Ketika momen libur tiba, mereka menghabiskan waktu untuk refreshing dengan menikmati wisata pantai yang menghadirkan suasana tenang.

Ilzam (24), misalnya, tampak terkaget saat melihat perkembangan wisata pantai Pulau Noko. Pemuda asli Bawean yang sedang menempuh pendidikan agama di Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ini sudah setahun tidak mengunjungi Pulau Noko. Dengan kehadiran sekitar 100 pengunjung, ia merasa jumlah itu sangat banyak. Rata-rata pengunjung memang bermain di sekitaran pulau sambil menyusuri garis pantai pasir putih.

Ilzam mengatakan ikut bangga dengan mulai dikenalnya tempat wisata pantai itu, meski sebagian besar wisatawan merupakan warga Pulau Bawean. "Sudah lama gak lihat pasir putih ini. Sekarang ternyata sudah semakin banyak yang tahu pulau ini. Kalau dulu masih jarang," kata Ilzam.

Di bawah terik matahari, Ilzam menghabiskan waktu seharian bersama teman-teman satu pondok, dengan mandi air laut hingga kulitnya menghitam pekat. Tak ingin kehilangan momen keceriaan, ia bersama teman-temannya juga sempat membakar ikan di gubuk Pulau Noko.

Menurut Ilzam, wisata pantai di pulau tanpa penduduk itu sangat menyenangkan, karena tidak semua pantai bisa menyediakan suasana seperti itu. Karena itu, ia tidak segan berupaya mempromosikan keindahan lokasi wisata tersebut sekaligus sebagai upaya untuk memajukan kampung halaman.

Dirindukan wisman

Pulau Noko memang belum dikenal luas masyarakat pecinta wisata bahari di negeri ini. Padahal, kalau melihat potensi yang ada, pulau ini dapat dikembangkan menjadi Bali-nya Pulau Jawa. Terutama, dengan hamparan pasir putihnya yang membentang di atas lautan biru tosca, membuat Pulau Noko layak dipromosikan bagi para pecinta diving maupun snorkling.

Republika sempat mencoba menjelajahi pulau berpasir putih tak berpenduduk ini. Pulau Noko terletak tak jauh dari Pulau Gili, sebuah pulau yang dihuni penduduk. Dengan menaiki klotok, penumpang bertolak dari sebuah dermaga kecil bernama Dermaga Apung yang terletak di Dusun Pamona, Desa Sidogedung Batu, yang masuk wilayah Bawean bagian timur.

Dermaga tersebut baru diberi nama belum lama ini setelah pemerintah membangun jembatan mengapung yang panjangnya sekitar 20 meter. Penumpang di atas klotok tak hanya wisatawan, melainkan juga diisi para istri nelayan yang usai berjualan ikan di Pasar Pulau Bawean. Pada momen liburan, bersandar sekitar 20-an klotok yang beroperasi ke Pulau Noko.

Harga normal dari Bawean ke Gili untuk menaiki klotok berkapasitas 15 orang dikenakan tarif Rp 250 ribu. Sementara, untuk kapasitas 30 orang dipasang tarif Rp 350 ribu. Penumpang bisa menyewa seharian untuk berwisata di Pulau Gili dan Noko, yang bersebelahan.

Salah satu pemilik klotok, Sani mengatakan, pada hari biasa jumlah klotok yang beroperasi hanya tinggal sedikit, karena wisatawan luar belum mengetahui daya pikat pantai pulau tersebut. Perahu yang dijalankan lebih banyak digunakan untuk mengantarkan istri nelayan yang berjualan ikan.

"Kalau (liburan) Lebaran segini memang banyak, karena banyak orang Bawean pulang kampung. Kalau hari biasa masih sedikit, hanya beberapa klotok saja," kata Sani yang memakai peci putih dan bersarung saat berbincang dengan Republika.

Berdasarkan penuturan Sani, masyarakat Bawean sebenarnya mulai sadar dengan potensi wisata pantai di wilayahnya. Karena itu, tidak sedikit warga yang mencoba untuk memperkenalkan keindahan wisata bahari ke masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Bahkan, ada pula penduduk yang paham dengan teknologi mempromosikan Pulau Noko dengan mengunggah keindahan pantai ke media sosial.

Model promosi tersebut ternyata efektif. Menurut Sani, belakangan ini, mulai ada wisatawan mancanegara (wisman) yang liburan ke pulau tersebut. Keberadaan agen wisata yang ikut menawarkan paket wisata ke pulau itu juga menjadi penyebab meningkatnya pengunjung. Berbagai agen wisata di Pulau Bawean, kata dia, memasukkan Pulau Noko di urutan utama dalam paket wisata. Tentu saja paket Wisata sudah termasuk penyeberangan dari Pelabuhan Gresik ke Pulau Bawean agar wisatawan tak perlu repot lagi.

Harga paket wisatanya pun bervariasi, mulai Rp 1,1 juta sampai Rp 1,85 juta per untuk perjalanan selama dua  hari di Pulau Bawean. Namun, dengan harga tersebut para wisatawan tidak hanya dapat menikmati keindahan pasir putih Pulau Noko, melainkan juga mendapatkan fasilitas hotel, serta diajak juga berkeliling ke tempat wisata lainnya yang tak kalah menariknya di Pulau Bawean.

Sani tentu menyambut baik adanya perubahan pengunjung yang mulai merambah dunia internasional itu. Dia yang sehari-harinya juga bekerja menangkap ikan tersebut mengatakan, perubahan jumlah wisatawan mulai terjadi sejak 2015 lalu. Meskipun secara angka masih sedikit, namun kunjungan wisatawan ke pulau seluas satu kilometer persegi tersebut, memang mulai menggeliat.

Sani menuturkan, wisatawan yang berkunjung ke Pulau Noko bisa bebas melakukan kegiatan menyelam dan mencari ikan. "Dengan dipandu oleh agen wisata, mereka dapat menikmati terumbu karang dan berbagai jenis ikan dari dekat," katanya.

Ketika sudah lelah beraktivitas menikmati wisata pantai, wisatawan bisanya melanjutkan kegiatan dengan membakar ikan di atas hamparan pasir yang masih perawan tersebut. Mereka kemudian menyantap berbagai ikan tersebut di atas gubuk kayu beratapkan daun kelapa. Menurut Sani, di pulau tersebut hanya terdapat dua gubuk yang digunakan para wisawatan untuk berteduh atau sekadar berisitirahat.

Karena fasilitas masih minim, saat matahari mulai bergerak ke arah barat, para wisatawan mulai bergegas untuk bertolak ke Pulau Bawean lagi. Menurut Sani, keindahan Pulau Noko yang sulit dilupakan kadang membuat wisatawan tidak puas kalau hanya berkunjung sehari. Karena itu, tidak sedikit para wisatawan yang menginap di rumah penduduk di Pulau Gili dan berbaur bersama warga.

Pulau Gili termasuk pulau kecil terluas yang mengelingi Pulau Bawean. Penduduk Pulau Gili secara kesuluruhan berprofesi sebagai nelayan. Pulau yang letaknya sekitar tiga kilometer tersebut dihuni sedikitnya 700 kepala keluarga. Wisatawan luar, kata dia, akan menginap di situ, untuk kembali ke Pulau Noko keesokan harinya demi memuaskan hasrat menikmati keindahan pantai.

"Berkembangnya pariwisata di Pulau Noko mulai mengubah kehidupan warga Pulau Gili. Yang dulunya hanya bisa mencari ikan dan dijual ke pasar di Pulau Bawean, kini sudah bisa memperoleh tambahan uang dengan menyewakan rumahnya mereka, mendirikan warung makan, dan menjadi guide tour untuk para wisatawan," ucap Sani.

Warga Pulau Gili sepertinya pandai juga memanjakan wisatawan. Karena itu, kadang mereka mengajak wisatawan untuk memancing ikan di tengah laut. Para nelayan Pulau Gili akan mengajari wisatawan bagaimana cara mendapatkan tangkapan ikan-ikan besar. Di tengah laut, para wiisatawan juga bisa menangkap ikan-ikan berwarna warni, yang kemudian bisa dibawa ke penginapan untuk dibakar bersama.

Sani berharap, Pulau Bawean dan sekitarnya dapat semakin berkembang dengan semakin banyaknya kunjungan wisatawan. Dengan begitu, ia sebagai warga lokal ingin masyarakat tidak perlu harus merantau ke Jawa atau bahkan luar Jawa demi mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak.

Salah satu pemilik klotok lainnya, Muhammad Ali (39) mengaku pernah punya pengalaman mengantarkan dua turis asal Belanda. Kedua wisman tersebut sangat takjub dengan suasana malam di Pulau Noko. "Mereka berdua laki-laki, salah satunya bernama Mike. Dia di Bawean selama dua hari. Sehari semalam mereka habiskan waktu di Noko, dan berwisata ke pantai lainnya juga," katanya.

Ali melanjutkan, dua turis tersebut sudah dua kali datang ke Pulau Noko pada 2015 dan 2016. Ali menyebut, dua bule itu mengaku datang hingga dua kali karena mereka merasa damai dengan suasana pantai pulau tersebut sehingga rindu untuk kembali. "Mereka menginap di rumah keluarga saya di Pulau Gili. Saat itu, saya juga bakar-bakar ikan sama mereka," ujarnya.

Ali menyoroti, keadaan pulau tersebut masih terkesan ala kadarnya karena belum memiliki fasilitas mencukupi untuk menyambut wisatawan. Karena itu, ia berharap Pemerintah Kabupaten Gresik juga bisa mendukung penuh dengan melakukan pembangunan yang bisa membuat wisatawan semakin nyaman. "Misalnya, kayak mushala dan WC, atau tempat ganti baju itu, di Pulau Gili belum ada. Itu perlu," ujarnya.

Selain itu, kata dia, Pulau Noko juga belum ada layanan-layanan wisata yang dapat digunakan oleh wisatawan, seperti halnya kano, sepeda air, atau banana boot. "Wah, kalau ada itu saya yakin pulau ini akan dikenal seluruh dunia," kata Ali.

Akses ke Bawean

Pulau-pulau di Nusantara tidak hanya menawarkan sebuah panorama yang indah, tapi juga menyuguhkan pantai dengan pasir putih yang menawan. Keindahan seperti itu dapat dinikmati di sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa, yaitu Pulau Bawean yang akan menjadi Balinya Pulau Jawa.

Keberadaan pulau yang masuk Kabupaten Gresik ini, memang belum dikenal luas di luar Jawa Timur. Bagi warga Jawa Timur pun, kadang mereka masih kesulitan menunjukkan letak geografis Pulau Bawean. Hal itu sebenarnya dapat dimaklumi.

Di lihat dari peta, pulau yang memiliki sekitar 70 ribu penduduk ini hanya tampak seperti titik. Karena itulah, muncul sebutan 'Titik Nun dari Pulau Jawa' di kalangan masyarakat Pulau Bawean. Pulau mungil ini terletak di  Laut Jawa, sekitar 120 kilometer utara Kota Gresik. Pulau Bawean memiliki dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Tambak yang dihuni sekitar 70 ribu penduduk.

Untuk mencapai Pulau Bawean, pengunjung dapat menaiki kapal fery dengan tarif Rp 150 ribu dari Pelabuhan Gresik. Jarak 120 kilometer dapat ditempuh sekitar empat jam. Tentu saja ada cara lain untuk lebih mudah mengunjungi Pulau Bawean, dengan cara naik pesawat dari Bandara Juanda dengan mendarat di Bandara Harun Thahir, Bawean. Namun, jadwal penerbangan hanya dua kali per pekan, setiap Selasa dan Kamis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement