Selasa 19 Jul 2016 08:33 WIB

'Monitoring Parental' Pencegah Utama Seks Bebas pada Anak

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
Orang tua dan anak
Foto: pixabay
Orang tua dan anak

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) 2010 menunjukkan bahwa satu persen anak laki-laki dan empat persen anak perempuan di seluruh Indonesia telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun.

Beberapa di antaranya bahkan melakukan aktivitas seks ketika berusia di bawah 10 tahun. Maka itu, perlu ada upaya pencegahan dalam mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan remaja.

Salah satunya melalui intervensi berbasis keluarga dan sekolah. Pasalnya keluarga merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan remaja. Walaupun dalam pertumbuhan dan perkembangannya, mereka juga dipengaruhi oleh teman dan masyarakat.

"Salah satu bentuk keterlibatan keluarga adalah dalam bentuk monitoring parental," tutur Peneliti Fakultas Kedokteran UGM, Linda Suwarni. Beberapa studi sebelumnya telah menyatakan bahwa aspek monitoring parental merupakan hal yang paling efektif dalam menunda remaja melakukan aktivitas seksual dini.

Program intervensi monitoring parental yang didesain secara efektif, menurutnya, dapat mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja awal atau usia 14 sampai 16 tahun. Ada beberapa aspek monitoring parental yang dapat mencegah remaja melakukan perilaku seks pranikah.

Di antaranya pengetahuan parental yang meliputi keberadaan, aktivitas, dan teman-teman remaja, hubungan orang tua dengan remaja yang diindikasikan dengan kepedulian orang tua, kepercayaan yang diberikan, atau frekuensi komunikasi di dalam keluarga.

Selain itu kontrol parental juga penting, terutama terkait pergaulan, jam malam, dan konsekuensi yang diterima remaja jika melanggar aturan yang sudah ditetapkan orang tua.

Komunikasi orang tua dengan remaja, tidak hanya terkait seksualitas tetapi juga komunikasi tentang kegiatan sehari-hari, serta kontrol psikologis juga menjadi aspek yang perlu menjadi perhatian kedua orang tua.

Meski demikian, Linda juga menekankan bahwa monitoring parental yang efektif diterapkan pada remaja perlu memiliki keseimbangan.

Monitoring yang terlalu banyak aturan berhubungan dengan bertambahnya kecenderungan perilaku berisiko remaja. Begitupun dengan sikap permisif dan kurangnya pengawasan justru dapat berkontribusi pada perilaku seksual berisiko remaja.

"Monitoring parental mengurangi frekuensi intercourse remaja melalui pembatasan kesempatan melakukan aktivitas seksual. Akan tetapi, beberapa studi mengindikasikan bahwa aktivitas seksual cenderung meningkat jika kontrol parental berlebihan atau intrusif," papar Linda.

Hasil penelitiannya terhadap remaja di Pontianak menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap pengetahuan parental, hubungan orang tua dengan remaja, komunikasi yang terjalin, serta kontrol perilaku dan psikologis masih rendah.

Sebanyak 35,3 persen remaja menganggap hubungan mereka dengan orang tua mereka kurang baik. Bahkan 57 persen remaja menganggap bahwa orang tua mereka sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tidak memiliki waktu untuk makan malam bersama atau meluangkan waktu untuk bercerita.

Karena itu, ia pun menyarankan agar kedua orang tua dapat bekerja sama dalam melakukan pengawasan kepada anak remajanya.

"Tidak hanya dengan mengetahui dan memantau keberadaan dan aktivitas remaja serta menyampaikan batasan dan aturan yang jelas, tetapi juga dengan menjalin komunikasi dan hubungan yang dekat dengan anak remaja melalui waktu kebersamaan dalam keluarga," kata Linda menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement