Senin 18 Jul 2016 07:38 WIB

Pertimbangkan Ini Sebelum Antar Anak ke Sekolah

Rep: Adysha Citra R/ Red: Indira Rezkisari
Siswa kelas 10 Sekolah Menengah Atas Negeri SMAN) 70 mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di Aula SMAN 70, Jakarta, Senin (27/7).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Siswa kelas 10 Sekolah Menengah Atas Negeri SMAN) 70 mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di Aula SMAN 70, Jakarta, Senin (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Mengantar anak di hari pertama masuk sekolah memiliki dampak yang cukup besar bagi pendidikan anak. Akan tetapi, ketika anak memasuki masa remaja orang tua perlu meminta pendapat anak sebelum mereka mengantar anak ke sekolah di hari pertama.

Psikolog anak dari RaQQI Consulting Ratih Zulhaqqi, M.Psi mengatakan kehadiran orang tua diperlukan oleh anak-anak yang baru masuk SD. Kehadiran orang tua ini dapat membantu anak-anak dengan tingkat kecemasan yang tinggi terhadap lingkungan baru untuk bisa beradaptasi dengan lebih baik.

Akan tetapi, ketika anak memasuki masa remaja dan duduk di bangku SMP atau SMA, orang tua tidak perlu memaksa untuk mengantar anak ke sekolah di hari pertama. Sebaliknya, Ratih mengatakan orang tua perlu meminta pendapat anak apakah anak bersedia untuk ditemani di hari pertama sekolah.

"Di usia ini kita (orang tua) perlu tanya, misalnya 'Ayah atau Bunda boleh nggak nemenin kamu MOS?'," ujar Ratih kepada Republika.co.id.

Pertanyaan tersebut penting untuk diajukan kepada anak remaja untuk menjaga kenyamanan mereka. Jika anak berani ke sekolah dan tidak ingin ditemani, Ratih mengatakan orang tua tidak boleh memaksa anak.

Meski tidak mengantar, orang tua dapat melakukan pemantauan yang baik pada anak. Orang tua dapat menanyakan apakah anak merasa senang ketika berada di sekolah baru hingga meminta anak bercerita mengenai teman-teman baru anak. Orang tua pun, lanjut Ratih, perlu untuk selalu mendampingi proses belajar anak selama di rumah.

"Yang paling terpenting, live in the moment. Ketika anak butuh orang tua, orang tua benar-benar ada untuk mereka," lanjut Ratih.

'Ada' di sini, lanjut Ratih bukan berarti orang tua harus selalu ikut campur ketika anak melakukan sesuatu. Akan tetapi orang tua bisa hadir sebagai 'supervisor' untuk membantu anak tetap berada dalam jalur yang benar ketika melakukan sesuatu.

Ketika anak mendapat tugas kliping misalnya, sebagian orang tua cenderung mengerjakan tugas kliping tersebut untuk anak mereka. Padahal seharusnya orang tua hanya perlu membimbing anak dalam proses pembuatan tugas kliping tersebut. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang menghargai nilai dan proses bukan hasil akhir semata.

"'Ada untuk anak bukan berarti menghilangkan kemampuan anak untuk berbuat sendiri," pesan Ratih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement