Rabu 15 Jun 2016 05:19 WIB

Indonesia Bidik Pasar Wisata Yacht Fiji dan Selandia Baru

Salah satu Yacht yang sedang berlabuh di Marina Batavia Sunda Kelapa, Jakarta Utara
Foto: Republika/Hazliansyah
Salah satu Yacht yang sedang berlabuh di Marina Batavia Sunda Kelapa, Jakarta Utara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) kian gencar mempromosikan potensi wisata bahari Indonesia. Kali ini, Kemenpar membidik pasar wisata yacht (perahu pesiar) di Selandia Baru dan Fiji.

Promosi wisata bahari Indonesia akan digelar di hadapan komunitas yachter Fiji pada 20 Juni. Sementara komunitas yachter Auckland dan Opua, Selandia Baru, promosinya akan digelar pada 22 dan 24 Juni 2016.

“Kemudahan atau deregulasi yacht sudah dilakukan oleh Tim Percepatan Wisata Bahari yang dipimpin Pak Indroyono Soesilo. Beliau itu ahlinya maritime dan pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman RI,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam keterangannya, Selasa (14/6).

Menurut Arief, pemerintah telah melakukan deregulasi CAIT, untuk izin masuk yacht ke perairan Indonesia. Sebelumnya,kata dia, mengurus izin masuk itu bisa tiga pekan  dan yacht diperlakukan sebagai barang mewah, sehingga kena pajak barang mewah yang mahal. Karena itu, tidak banyak yacht yang bersailing di tanah air. Mereka memilih Singapura, Hong Kong dan Australia untuk menambatkan perahunya di marina.

“Kini izin masuk ke Indonesia cukup tiga jam sudah beres, bahkan target kami 1 jam sudah mendapatkan izin berlayar, seperti yang dilakukan di Singapura, Perth, maupun Hong Kong,” tegas Menpar. Upaya itu, menurut dia, akan mempermudah para wisatawan bahari yang sudah tahu bahwa perairan Indonesia itu adalah surganya wisata bahari.

Menurut Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar I Gde Pitana, wisata bahari dengan perahu yacht, selama ini masih dianggap sebagai pasar yang seksi. Potensi pemasukan devisanya sangat besar dan menantang. Dari data Kemenpar, cost belanja wisatawan yacht per hari rata-rata 500-1.000 dolar AS. Dan lama singgahnya, bisa mencapai satu bulan.

“Karenanya Pak Menteri menargetkan wisata yacht dapat menyumbang devisa hingga  600 juta dolar AS sampai 2019 mendatang. Kami pun all out menggenjot promosinya di negara-negara potensial, termasuk Fiji dan Selandia Baru,” ungkap Pitana.

Pihaknya optimistis bisa mencapai target yang dipancang tadi. Menurut dia, Indonesia punya modal yang sangat kuat. Sebagai negara bahari, Indonesia dihiasi lebih dari 17.000 pulau. Garis pantainya mencapai 80 ribu km. Dan Indonesia, memiliki sekitar 50.875 km2 terumbu karang. Jumlah ini setara dengan 51% persen dari terumbu karang di wilayah Selatan Timur Asia dan 18% (284.300 km2) dari terumbu karang di dunia. Dengan potensi sedahsyat itu, Indonesia pun langsung dinobatkan menjadi jantung dari segitiga karang dunia (coral triangle).

“Modal kita sudah kuat. Dua per tiga koral dunia lengkap dengan biota yang super unik itu ada di Indonesia. Karenanya mempromosikan keindahan potensi bawah laut, pantai, dan pulau-pulau di negeri ini, sudah cukup untuk menarik para yachters Fiji dan Selandia Baru ke Indonesia. Potensi maritim kita bukan hanya istimewa, tetapi terbaik di dunia,” paparnya.

Saat ini, sudah ada Peraturan Presiden 105/2015 yang memayungi pengurusan dokumen CIQP (custom, immigration, quarantine, port) di 18 pelabuhan. Ke-18 pelabuhan sebagai titik keluar-masuk perahu pesiar yang diatur dalam Perpres tersebut adalah: Sabang (Aceh), Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), Nongsa Point Marina (Batam), Banda Bintan Telani (Bintan), Tanjung Pandan (Belitung), Sunda Kelapa dan Ancol (Jakarta), Tanjung Beno (Bali), Tenau (Kupang), serta Kumai (Kotawaringin Barat). Selain itu, Tarakan, Nunukan (Bulungan), Bitung, Ambon, Saumlaki (Maluku Barat), Tual (Maluku Tenggara), Sorong, dan Biak.

Menurut dia, dengan terbitnya Perpres tadi, yacht bisa langsung sandar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia dengan sistem online. Prosesnya tak lagi lama. Semua clear dalam hitungan jam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement