REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kriteria daging sapi berkualitas yang selama ini dipegang masyarakat ternyata tak sepenuhnya tepat. Daging sapi impor, contohnya, tak cocok untuk masakan Indonesia. Rendang, semur, ataupun empal gentong akan lebih pas rasanya kalau terbuat dari daging sapi lokal.
Chef Bara Pattiradjawane namun berpendapat bukan lokal atau impor yang menjadi penentu cocok-tidaknya daging sapi untuk masakan tradisional Indonesia. Kuncinya ada di potongan primary cut atau secondary cut. Potongan kelas satu, contohnya, tenderloin, rib eye, dan sirloin. "Potongan kelas dua, seperti gandik, sengkel, dan sandung lamur cocok untuk rendang dan semur," ujar Bara.
Untuk makanan Indonesia, tak masalah jika bahannya daging sapi impor. Saat dimasak bersama aneka bumbu, cita rasa rempah akan meresap. Rasa khas daging sapi yang berasal dari ternak berpakan rumput maupun dedak tak akan jelas kentara di lidah orang awam. "Saya bahkan masih suka kesulitan mengenali rasanya," ucap Bara kepada Republika.co.id usai peluncuran kompor tanam edisi terbatas Modena Maestro Chef, Kamis (9/6) lalu di Modena Experience Center, Jakarta Selatan.
Daging impor juga tidak selalu lebih empuk. Ketika dimasak ala dapur Indonesia, ia tak mudah hancur seperti anggapan yang berkembang luas di masyarakat. Tekstur daging sapi impor sejatinya sulit dibedakan dengan daging sapi lokal.
"Lain halnya kalau kita bicara daging sapi Kobe, Wagyu, atau Angus beef," ujar Bara.