REPUBLIKA.CO.ID, Setelah mempelajari dan menganalisa pekerjaan rumah (PR) selama lebih dari 25 tahun, penelitian yang dilakukan Harris Coopers menunjukkan hasil yang mencengangkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa PR yang diberikan kepada murid SD memberikan dampak negatif.
Melalui bukunya, Coopers memberikan rincian hubungan mengenai PR dan kesuksesan dalam berbagai level pendidikan. Coopers menjabarkan bahwa PR memiliki manfaat baik jika diberikan pada murid SMA. Akan tetapi manfaat tersebut menurun jika PR diberikan kepada murid SMP. Selain itu, Coopers juga mengungkapkan bahwa sama sekali tidak ada manfaat dari memberikan PR kepada murid di tingkat SD.
"Tidak ada manfaat (PR) untuk tingkat SD," ungkap profesor di bidang pendidikan dari University of Arizona, Etta Kralovec, setuju dengan penelitian tersebut.
Menurut penelitian Coopers, setidaknya ada lima alasan bagi guru SD untuk tidak memberikan PR kepada muridnya. Salah satu alasan tersebut, terang Coopers melalui penelitian, ialah PR dapat memberi dampak negatif bagi perilaku anak-anak terhadap sekolah. Anak-anak yang baru mulai sekolah memiliki masa pendidikan panjang yang menantinya. Satu hal yang seharusnya tidak guru lakukan ialah membuat anak membenci sekolah. Anak-anak kecil, menurut Coopers, seharusnya merasa senang saat belajar.
Selain itu, PR yang diberikan sejak dini dapat membuat hubungan personal orang tua dan anak memburuk. Tak seperti remaja, anak-anak butuh orang tua untuk mengingatkan mereka mengerjakan PR. Setelah menghabiskan banyak waktu di sekolah, anak akan cenderung menghindari pekerjaan rumah mereka. Ketika orang tua mengingatkan, seringkali komunikasi yang terjadi cenderung mengarah pada pertengkaran kecil. Hal ini dapat terus berlanjut hingga anak beranjak remaja di mana PR seharusnya mulai memberi dampak positif bagi mereka.
Fungsi PR untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab anak juga tidak sepenuhnya efektif bagi anak SD. Sebab, pada tingkat ini anak-anak perlu diingatkan orang tua mengenai tanggung jawabnya dan kesadaran tersebut belum tumbuh dengan sendirinya.
PR, lanjut Coopers, juga tidak menyisakan banyak waktu bagi anak-anak untuk menikmati masa kecilnya. Padahal, anak-anak seharusnya menghabiskan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan fisik bersama teman-teman mereka. Selain itu, alasan terakhir bagi guru SD untuk tidak memberikan muridnya PR ialah karena adanya kecenderungan PR mengurangi waktu tidur anak. Anak-anak membutuhkan 10 jam untuk tidur dengan baik agar dapat produktif selama di sekolah.
Ada banyak alternatif yang bisa menggantikan peran edukatif PR bagi murid-murid SD. Beberapa di antaranya ialah dengan membudayakan membaca yang menyenangkan sekaligus menstimulasi minat anak. Selain itu, tanggung jawab anak juga bisa dilatih dengan meminta anak untuk mengerjakan tugas-tugas rumah harian yang ringan, seperti merawat hewan peliharaan atau merapihkan tempat tidur.
Orang tua dan guru juga perlu menanamkan konsep pada anak bahwa di mana pun mereka berada, mereka dapat mempelajari sesuatu. Melalui konsep ini, minat anak-anak akan suatu hal akan timbul dengan lebih baik.
Membawa anak-anak ke museum juga dapat menjadi pengalaman belajar di luar sekolah yang menyenangkan bagi anak. Selain dapat belajar mengenai kreativitas, pergi bersama ke museum juga dapat mengajarkan anak bersosialisasi serta mendapatkan ilmu tambahan yang dapat menunjang pengetahuan mereka di sekolah.