REPUBLIKA.CO.ID, CISARUA, JAWA BARAT -- Indonesia masuk dalam tiga negara besar produsen biji kakao paling banyak di dunia. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa produksi cokelat nasional berkembang pesat.
Terlebih, saat ini sudah banyak produk cokelat dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Hal ini tentunya membuat produsen cokelat asli Indonesia harus memutar otak bagaimana mengembangkan mutu produk cokelat agar dapat bersaing dengan produk luar.
Hal ini diakui salah satu produsen cokelat asli Indonesia, Alex Sutianto. Ia mengatakan, masih rendahnya bisnis cokelat di Indonesia karena kesadaran konsumsi yang rendah dari masyarakat.
“Di Eropa walaupun tidak memiliki sumber penghasil cokelat, tapi tingkat konsumsi masyarakatnya tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang hanya mengonsumsi cokelat 1/30 dari masyarakat di Eropa, miris kan?” ujar Alex saat ditemui di pabrik Chocomory, Cisarua, Bogor.
Pria berumur 28 tahun ini telah mempelajari bisnis cokelat di beberapa negara Eropa, salah satunya di Jerman. Dengan begitu, ia sudah mengetahui bagaimana pola bisnis cokelat di benua tersebut.
“Di negara Eropa itu konsumsi akan cokelat sangat tinggi. Rata-rata sekitar 9 kilogram per kapita per tahun. Jadi, setiap bulan, satu orang rata-rata mengonsumsi cokelat 700 gram. Sedangkan, orang Indonesia dalam setahun hanya mengosumsi 300 gram,” kata dia.
Pemerintah juga dianggap belum memedulikan sektor ini. Padahal, jika pemerintah memperhatikan sektor ini, pasar cokelat olahan Indonesia ini akan berkembang dan dapat membantu pemasukan negara.
"Jika pemerintah ingin ikut andil, seharusnya mulai meningkatkan kesadaran akan konsumsi cokelat asli Indonesia,” ucap alumnus Curtin University tersebut.