Senin 21 Mar 2016 08:12 WIB

Indonesia Belum Peduli Nasib Dewasa Penyandang Sindroma Down

Rep: Reiny Dwinanda/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak dengan sindroma down sedang melukis.
Foto: dok Republika
Anak-anak dengan sindroma down sedang melukis.

REPUBLIKA.CO.ID, Masalah yang dihadapi anak dengan sindroma down akan terus berlanjut sepanjang hidupnya. Di saat mereka dewasa kendala tetap menghadang.

Di Tanah Air seandainya pun penyandang sindroma down bisa beraktivitas baik di sekolah, dunia pekerjaan belum tentu akan merespons mereka.

Noni Fadhillah yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome mengatakan penyandang sindroma down sebenarnya sangat mungkin melakoni pekerjaan di area yang menuntut rutinitas dan repetitif tanpa membutuhkan kreativitas tinggi. “Administrasi sederhana seperti mencap dokumen, mengantar surat ke setiap kamar, dan distribusi Koran,” tutur Noni.

Terlepas dari potensi tersebut, cara pandang masyarakat umum masih saja mengganjal langkah para penyandang sindroma down di dunia kerja. Wajah mereka yang khas belum akrab di mata kebanyakan orang. “Mereka seringkali dilecehkan, dianggap tidak bisa apa-apa,” sesal Noni.

Aryanti Yacub, orang tua penyandang sindroman ini, masih pesimis menatap masa depan putranya dan dewasa penyandang sindroma down lainnya. Di Indonesia, mereka tidak bisa mandiri bepergian. Sebab, infrastrukturnya tidak mendukung. Moda transportasi belum teratur dan tidak aman. “Dengan keterbatasan logika, mereka tidak tahu di mana harus naik dan turun bus. Lalu jika diserobot terus jarang sekali yang bisa membantu. Orang cenderung menonton saja.”

Bagaimana dengan di luar negeri? Aryanti melihat keteraturan dan penerapan hukum yang baik menjadi bekal penyandang sindroma Down untuk bisa bermasyarakat. “Mereka pun bisa memiliki mata pencarian.”

Di luar negeri, penyandang sindroma Down ada yang bisa menikah. Orang tuanya dapat memantau aktivitas anaknya dengan CCTV.

Aryanti merupakan orang tua dari pegolf pertama di Asia yang menyandang sindroma down. Namanya, Michael Rosihan Yacub. Dia, anak Indonesia. Tetapi, sebetulnya sebutan ‘anak’ kurang pas dilekatkan pada Michael mengingat usianya kini telah 21 tahun.

Michael menyukai olah raga golf. Tiap bulan, ia selalu mengikuti turnamen di padang golf di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan. “Sejak kecil, dia tak pernah absen mengayunkan stick bersama kedua kakaknya yang normal,” tutur sang bunda, Aryanti R Yacub.

Menjadi pegolf penyandang sindroma down pertama di Asia, Michael menerima penghargaan dari MURI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement