REPUBLIKA.CO.ID, PELALAWAN -- Tiga peselancar asal Australia akhirnya sukses memecahkan rekor dunia berselancar di Ombak Bono, Sungai Kampar, Pelalawan, Riau, 9-12 Maret 2016. Ketiga peselancar itu adalah James Cotton (40), Roger Gamble (40) dan Zig van Sluys (400).
Mereka berhasil menaklukkan ganasnya ombak Bono, satu-satunya muara sungai yang bisa dijadikan surfing itu. Berkat aksi ketiga peselancar itu, nama Bono Tujuh Hantu (The Bono Seven Ghosts) semakin mendunia. Bono Tujuh Hantu benar-benar sukses membetot perhatian para turis mancanegara yang hobi adventure.
Ketiga peselancar itu tak hanya mememcahkan satu rekor dunia, namun dua rekor yang berhasil ditorehkan. Peselancar dari Inggris, Perancis, Brasil dan Amerika Serikat, Malaysia, Singapore, dan Brunei Darussalam, dibuat terpesona karenanya.
“Banyak wisman terkesan dengan aksi surfer Australia. Rekor individualnya dipecahkan James Cotton. Dia berhasil surfing selama 1,2 jam dengan jarak tempuh 172 km. Catatan ini mematahkan rekor sebelumnya atas nama Steve King dari Inggris dengan catatan 12,23 km,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif Riau Fahmizal, dalam keterangannya, Senin (14/3).
Di Pelalawan, Riau, rekor surfing dunia tim juga berhasil terpecahkan. Kolaborasi James Cotton, Roger Gamble dan Zig van Sluys menghasilkan jarak surfing sejauh 37,2 km. Rekor ini dipecahkan dalam waktu 1 jam 5 menit.
Rekor ini mampu dipecahkan di atas gelombang tujuh lapis. Ketinggian gelombang saat rekor dipecahkan berada di kisaran 2,7 meter – 3,5 meter. Saat rekor dunia tercipta, Cotton dan timnya Rip Curl menggunakan sebuah stop watch yang diletakkan di tangan. Stop watch itu terhubung dengan global positioning system (GPS) yang menunjukkan bahwa mereka sudah menempuh jarak selancar sesuai alur merah pada GPS.
“Cotton sangat senang dengan Gelombang Bono di Pelalawan. Tanpa ombak Bono yang panjang dan konsisten, tak mungkin rekor ini dapat tercipta. Dari pengalamannya berselancar di banyak tempat di dunia, Bono Kuala Kampar di Teluk Meranti merupakan yang terlama dan terpanjang. Tak ada yang bisa menyajikan gelombang selama dan sepanjang Bono di Pelalawan,” ungkap Fahmizal.
Gelombang Bono di Pelalawan, Riau, terbilang sangat memukau. Hanya ada dua lokasi Bono di dunia yang tergolong besar. Pertama Kuala Sungai Amazon, Brasil. Satunya lagi di Kuala Sungai Kampar, Pelalawan, Riau. Tim ekspedisi Rip Curl bahkan sampai menjuluki ombak Bono di kuala Sungai Kampar dengan sebutan "may be unrivaled', mungkin tak tertandingi.
Menpar Arief Yahya mengapresiasi keberhasilan tiga peselancar ombak di Riau, Ombak Bono itu. Dari sisi atraksi, kata Arief, Ombak Bono itu istimewa. Tidak semua daerah di Indonesia punya tempat dengan ombak di sungai sepanjang itu. Amenitas dan Akses menuju ke lokasi itu yang harus mendapatkan perhatian.
“Syarat destinasi layak untuk dipromosikan bagus adalah 3A, atraksi, amenitas dan akses. Problem Ombak Bono adalah akses dan amenitas. Jika dua itu dipenuhi, diurus dengan baik, maka Kemenpar akan mempromosikan lebih gencar lagi,” ungkap Menpar.
Hadirnya turis yang penasaran untuk memecahkan rekor dunia di Ombak Bono itu sebenarnya sudah bisa dibaca. Atraksi ombak di situ cukup menantang dan layak dipasarkan ke level global. Tetapi memasarkan atraksi hebat, kata Arief, tanpa didukung oleh infrastruktur pariwisata yang baik, hanya akan menjadi boomerang.
“Lebih baik siap dulu 3A itu, baru dipromosikan dengan baik,” ungkap Arief.