REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sedang gencar mempromosikan wisatanya ke pelancong asing.
Salah satu yang media yang paling banyak dipakai adalah media digital, seperti pemanfaatan mesin pencari (search engine) termasuk Google dari AS dan Baidu dari Cina, serta promosi lewat media online di dalam dan luar negeri.
Pemerintah kini lebih tertarik untuk melakukan promosi lewat media digital ketimbang media konvensional seperti televisi dan media cetak.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan, media digital lebih dilirik karena cakupannya lebih luas dan lebih personal. Ia beranggapan, ketika televisi dan media menyasar semua kalangan secara satu arah, media digital bisa memfasilitasi pengguna secara lebih personal.
Padahal, catatan Kementerian Pariwisata menyebutkan, anggaran promosi wisata di berbagai negara di dunia rata-rata 70 persen di media konvensional dan 30 persen di media digital.
"Lantas bagus yang mana? In term of cost spending, lebih mahal di media konvensional. Namun dari efektivitasnya terbalik. Media digital 4 kali lebih efektif dibanding media konvensional," ujar Menpar Arief saat penandatanganan kerjasama dengan Baidu Inc dari Cina, Kamis (25/2).
Ke depannya, Menpar Arief melanjutkan, pemerintah akan mengubah anggaran belanja promosi wisata untuk lebih banyak dialokasikan melalui media digital.
Tahun 2016 ini saja, proporsi anggaran promosi melalui media digital sudah lebih banyak dibanding tahun lalu. Akhir 2016 ini, targetnya proporsi promosi akan berimbang, 50 persen untuk media digital dan separuh lagi untuk media konvensional.
"Efektivitas kita naik 25 persen lebih karena alokasi dana kita sudah berimbang. Kalau awareness itu memang masih di konvensional media di TV. Tapi kalau udah giliran ingin membeli paket paket yang kita tawarkan, maka yang oke adalah digital media," kata Arief.