Kamis 21 Jan 2016 11:16 WIB
Industri Komik di Dunia Digital

Yang Tua Tinggal Nostalgia (Bagian II-Habis)

Rep: Gita Amanda/ Red: Hazliansyah
Komik (ilustrasi)
Foto:

Sementara komikus lokal, menurut Bayu, saat itu harus bergerilya demi meloloskan komik karyanya di penerbit. Bayu yang komik pertamanya terbit pada 2004 juga mengalami 'perjuangan' tersebut. Untuk dapat diloloskan penerbitan besar, menurut Bayu komikus kala itu harus mau disiplin.

"Karena banyak yang dikasih kesempatan tapi mereka nggak disiplin dengan deadline dari penerbit," ujar Bayu.

Setelah terbit para komikus menemui tantangan baru. Mulai dari promosi yang minim hingga sistem pembayaran royalti. Jangan heran jika ada beberapa komikus yang komiknya telah terbit tapi belum bisa mendapat upahnya secara utuh.

"Ada yang dibayar 25 persen dulu, sambil nunggu royaltinya. Ada yang diminta menyelesaikan komik tanpa ada nominal terlebih dahulu, setelah terbit baru dihitung royaltinya. Macam-macamlah polanya," kata Komikus yang pernah bekerja sama dengan sejumlah penerbit ternama seperti Terrant dan Elex Media tersebut.

Meski begitu, bagi komikus, bisa menghasilkan karya dalam bentuk fisik merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Meski dari segi penghasilan dan pendapatan, menjadi komikus di negeri ini menurutnya masih jauh dari kata 'menjanjikan' sebagai profesi.

Beruntung bagi para komikus di era digital saat ini. Sebab kesempatan untuk menjadi komikus lebih terbuka lebar. Menurut Bayu, setelah maraknya komik-komik online (daring) peluang untuk menjadi komikus lebih terbuka lebar. Risiko bergelut di dunia komik daring pun lebih kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement