Kamis 21 Jan 2016 11:16 WIB
Industri Komik di Dunia Digital

Yang Tua Tinggal Nostalgia (Bagian II-Habis)

Rep: Gita Amanda/ Red: Hazliansyah
Komik (ilustrasi)
Foto: dok: Bayu Indie
Komik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri komik lokal di Indonesia memang tak semulus wajah para personel girlband Korea. Bahkan perjuangan para komikus lokal negeri ini merebut hati para pembaca dan penerbit, bak Kera Sakti yang menemani Biksu Tong mencari kitab suci penuh halangan dan rintangan.

Bayu Indie salah satu komikus Indonesia mengisahkan, tahun 1960an hingga 70an merupakan masa keemasan komik Indonesia. Saat itu karya-karya komikus seperti R.A Kosasih mewarnai jagad perkomikan Tanah Air.

"Saat itu para pengamat komik menyebutnya zaman generasi pertama komikus, zaman keemasan komik Indonesia," ujar pengarang komik "Bengal" tersebut.

Kemudian Bayu melanjutkan, masa kejayaan itu berakhir kala tahun 1980an. Industri komik Indonesia mulai dibanjiri komik-komik impor. Komik lokal saat itu menurutnya harus bersaing dengan sejumlah komik ternama Amerika seperti Tintin, Lucky Luck, Smurf dan lainnya.

Dengan alasan biaya yang lebih murah, para penerbit kecil memilih membajak film negatif komik asing dan menerbitkannya di Indonesia. Komik-komik asing yang menarik minat para penikmat komik, membuat penerbit besar akhirnya tertarik ikut 'bermain' dan memasarkan komik-komik asing.

Kemudian menurut komikus yang memulai kariernya sejak 1999 ini, pada awal 1990an gantian komik asia seperti Jepang yang mulai menguasai pasar. Saat itu komik-komik Manga khas Negeri Sakuralah, yang menjadi raja di industri komik Indonesia. Lagi-lagi komik Indonesia tersaingi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement