Rabu 20 Jan 2016 21:36 WIB

Berburu Ketenangan di Pantai Pecaron

Pantai Pecaron, Kebumen, Jawa Tengah.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Pantai Pecaron, Kebumen, Jawa Tengah.

Oleh: Angga Indrawan

Wartawan Republika Online

Memasuki lekuk perbukitan Srati, Kebumen, Jawa Tengah, tak ada papan penunjuk yang mengarahkan kami menuju Pantai Pecaron. Hanya ada satu hal yang mungkin bisa jadi panduan, tanyalah kepada warga sekitar. Memasuki pantai Pecaron, lebih dulu menembus sebuah perbukitan yang hanya diisi beberapa permukiman kecil. Lokasi pantai Pecaron berada persis antara Pantai Suwuk dan Menganti yang hanya berjarak lima kilometer.

Pantai Pecaron mengawali keindahannya dengan posisinya yang diimpit dua tebing tinggi menjulang. Gulungan ombak laut Selatan memecah baris batu karang yang rapi membuat lanskap tak bisa dilupakan. Tak hanya batu karang, batu-batu hitam besar juga terdapat di pantai yang luas seluas mata memandang. Batu hitam itu sebelumnya terlihat corak warna-warni dari kejauhan. Satu hal yang membuatnya demikian, adalah kumpulan beberapa kulit kerang yang disangkutkan irama ombak.

Pantai yang sunyi, sepi, dan hanya ramai riuh ombak yang bergulung-gulung. Pecaron memang disebut-sebut sebagai pantai yang tepat bagi mereka yang ingin berburu ketenangan. Pantai bercampur warna hitam lantaran di sepanjang pantai inilah terkenal dengan potensi pasir besinya.

Di salah satu sudut pantai terdapat sebuah sungai kecil jernih yang bermuara di pantai nan indah. Dua bukit yang saya sebutkan sebelumnya, merupakan bukit gamping yang memisahkan Pecaron dengan Pantai Menganti. Di sebelah Timur pantai bahkan terdapat sebuah gua karang. Sekali dua kali masuk beberapa sisa ombak ke dalamnya.

Pantai ini tidak direkomendasikan untuk berenang. Kendati demikian tidak ada larangan untuk menyicip sensasi bermain air di pantai yang juga dikelilingi perkebunan milik warga ini. Setidaknya, itu yang saya lakukan dalam suasana larut pesona Pecaron. Berdasarkan cerita warga sekitar, kawasan pantai ini, dua hingga tiga tahun nanti akan segera ditutup dan disulap menjadi kawasan pertambangan pasir besi.

Sunyi Pasca Tsunami

Hanya ada Lasinem (50 tahun) dan suaminya yang saya lupa namanya, tengah bergelut dengan aktivitas rutinnya di tepian Pantai Pecaron. Lasinem, yang tengah membabat rumput gajah untuk makanan ternak sapinya, menemani sang suami yang tengah mengumpulkan batok-batok kelapa untuk memasak nanti malam. 

Lasinem memberi pelajaran bagaimana sesuatu yang indah tak selamanya adalah anugerah. Kadangkala, yang indah bisa menjadi bencana. Diceritakannya, dulu pantai ini adalah tempat yang ramai tempat bersandar kapal-kapal para nelayan. Anak-anak nelayan, ramai bermain menunggu bapaknya pulang. Di sebuah bangunan tua di sebelah barat pantai itu, merupakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang kini tak lagi dioperasikan.

"Ramai, dan terakhir kali sebelum Tsunami," kata Lasinem. 

Tsunami yang dimaksud adalah Tsunami yang berpusat di Pangandaran, Ciamis yang terjadi 2006 silam. 17 Juli 2006, sebelah selatan Pangandaran mengalami gempa yang turut berimbas di daerah ini. Tentu masih teringat, gempa saat itu tercatat pada kekuatan 6,8 Skala Richter (SR).

Lasinem dengan terpaksa mengingat semua kejadian traumatis yang terjadi di perkampungannya itu. Ratusan warga panik berlari ke atas bukit, termasuk ia dan sang suami. Pantai Pecaron meluap, hingga menutup seperempat perbukitan yang masih berdiri di sana. 

"Sejak saat itu, tak ada lagi kapal nelayan yang mendarat, semuanya dipindahkan ke Pantai Menganti," kata Lasinem menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement