Kamis 31 Dec 2015 07:05 WIB

Wisata Halal Harus Diposisikan Laiknya Bisnis

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Menteri Pariwisata Arief Yahya memberikan keterangan kepada wartawan terkait destinasi halal dunia yang dianugerahkan kepada Indonesia di Gedung Kemeterian Pariwisata, Jakarta, Rabu (21/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Pariwisata Arief Yahya memberikan keterangan kepada wartawan terkait destinasi halal dunia yang dianugerahkan kepada Indonesia di Gedung Kemeterian Pariwisata, Jakarta, Rabu (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata meminta agar wisata halal diposisikan sebagai bisnis. Sebab, negara mayoritas non Muslim pun bisa mendulang pendapatan dari segmen wisata ini.

Dalam konferensi pers capaian pariwisata nasional di Kantor Kementerian Pariwisata, Rabu (30/12), Menteri Pariwisata Arief Yahya menyampaikan, Indonesia akhirnya gunakan istilah wisata halal setelah sempat digunakan aneka istilah untuk segmen ini. Istilah wisata halal dinilai lebih inklusif dan pas.

Secara bisnis, pasar industri ini besar. Arief sendiri menekankan segmen ini bukan soal agama tertentu dan laik digerakkan sebagai bisnis pada umumnya.

''Ini bisnis seperti biasa. Jadi berlaku hukum bisnis. Kalau layanan bagus, pendapatan juga bagus,'' kata Arief.

Dari target 10 juta wisatawan asing di 2015, pemerintah menargetkan 20 persennya dikontribusikan dari segmen wisata halal. Angka ini masih lebih kecil dari jumlah turis pariwisata halal Thailand yang mencapai enam juta orang, Malaysia lima juta orang dan Singapura empat juta orang.

''Thailand mayoritasnya non Muslim. Tapi mereka bisa memposisikan bisnis mereka untuk wisatawan Muslim,'' ungkap Arief.

Di 2019, target turis wisata halal ditargetkan bisa seperempat dari target total 20 juta wisatawan mancanegara. Apalagi, belanja turis wisata halal yang berkisar antara 1.500-1.700 dolar AS per kapita per hari lebih besar dari rata-rata belanja wisatawan asing sebesar 1.200 dolar AS per kapita per hari.

Destinasi yang spesifik akan dicitrakan sebagai tujuan wisata halal setelah Nusa Tenggara Barat adalah Aceh dan Sumatera Barat. Mayoritas wisatawan yang datangan ke Lombok, NTB sendiri masih ikutan dari Bali. Karena itu, sesuai akar budayanya, pencitraan Lombok, NTB akan difokuskan pada wisata halal.

''Lombok harus punya brand sendiri sebagai destinasi utama. Dengan akar budayanya, kami menetapkan Lombok sabagai destinasi wisata halal,'' kata Arief.

Per Oktober 2015, Kementerian Pariwisata mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 8.017.589 orang atau naik 3,38 persen dari periode yang sama di tahun lalu. Hingga akhir tahun ini, proyeksi 10 juta wisatawan mancanegara ditargetkan bisa terpenuhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement