Kamis 03 Dec 2015 21:48 WIB

Indonesia Mendapat Tempat Istimewa di Museum Etnologi Vatikan

Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan) saat mengunjungi Museum Etnologi di Vatican City, Vatikan.
Foto: dok kemenpar
Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan) saat mengunjungi Museum Etnologi di Vatican City, Vatikan.

REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Indonesia mendapat tempat istimewa di Museum Etnologi yang berlokasi di dalam benteng Vatican City, Vatikan. Di museum yang setiap tahun dikunjungi 6 juta wisatawan itu,  Galeri Kebudayaan Indonesia mendapat tempat terluas diantara semua negara lain di dunia.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengaku begitu kagum saat memasuki Museum Etnologi di Vatican City tersebut. Menurut dia, begitu masuk ke ruang Museo Etnologico Musei Vaticani para pengunjung disambut patung Suku Asmat bercorak primitive dari Papua. Patung katu dengan sosok dua manusia atas bawah itu tinggi menjulang di sudut kanan ruangan, dari lantai sampai ke langit-langit sekitar 8 meter. Sama dengan lukisan dan patung-patung seni karya Michael Angelo.

Menpar semakin kagum, begitu melihat sepanjang koridor sebelah kiri, dari ujung ke ujung,  ternyata Indonesia Permanent Exhibition Area. Menurut dia, petak pertama, dikagetkan dengan penjor Bali, janur melengkung dengan berbagai hiasan di ujungnya, dan biasa dipakai dalam upacara adat di Pulau Dewata.

Lalu, pengunjung museum disambut dengan wayang kulit yang dipajang dengan sketsel atau pembatas ruangan ala Jawa. Tiga plong slintru (istilah tradisional Jawa dari sketsel itu, red) itu bergambar wayang Puntadewa (kiri), Gunungan (tengah) dan Kresna (kanan). Puntadewa atau Yudistira, adalah anak tertua dari tokoh Pendawa Lima, yang tenang dalam bersikap, halus dalam bertutur, jujur dan memihak kebenaran.

Dia juga memiliki ajian Serat Kalimasada, yang dalam tradisi Jawa juga dimaksudkan sebagai Dua Kalimat Syahadat. Sedangkan tokoh Kresna, atau Krisna, atau sebutan lainnya Narayana, adalah politisi paling handal, diplomat ulung dalam jagat pewayangan. Sedang Gunungan melambangkan belantara negara, yang lengkap ada sisi baik dan buruk, gelap dan terang, barat dan timur, kiri dan kanan.

Menpar menilai, pemilihan model tokoh wayang itu cukup strategis dan pas untuk dijadikan ajang pameran dan diplomasi di Vatikan. Kental dengan unsur budaya, kaya filosofi dan hubungan internasional. “Saya suka wayang kulit, sejak kecil,” ujar Arief  dalam keterangan persnya yang diterima ROL, Kamis (3/12).

Arief mengaku sempat terkesima oleh replika Borobudur dari batu hitam yang detail, dengan ratusan stupa, dan simetris di empat sisi. Ruang outdoor di balik dinding kaca itu, di luar ada cuplikan beberapa relief Borobudur dari cetakan batu yang berwarna cokelat mediterania. Relief itu sumbangan dari Pemerintah Belanda, tahun 1920, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Nama Borobudur memang sangat tersohor sejak zaman itu, dan menjadi magnet budaya yang tak terhitung nilainya.

Di sebelah kanan koridor, terdapat Alquran terkecil di dunia yang hanya seukuran dua tuts personal komputer, yang hanya bisa dibaca tulisannya dengan kaca pembesar. Sebelah kirinya ada cangkang atau bungkusnya. Alquran berada dalam kompartemen yang sama dengan beberapa replika Rumah Gadang, rumah tradisional Minangkabau yang dibuat dari silver atau perak putih.

“Museum tempat pameran ini temanya adalah harmoni kehidupan manusia yang beragam, dari berbagai latar belakang kebudayaan dan tradisi, Museum ini menjadi tempat yang menarik, karena berada di Vatikan, negara terkecil dengan 842 jiwa, yang dikunjungi jutaan orang dari berbagai negara, berbagai agama dan latar belakang budaya yang berbeda,” papar Arief.  

Barang-barang ukir khas Indonesia, seperti tameng suku Asmat Papua dan alat pertahanan suku Dayak juga hadir sebagai hiasan tembok dengan desain primitif dan warna-warga cokelat gelap. Selain itu, kata dia, foto anak-anak kecil dengan mahkota Dayak, foto dua orang tua, juga foto kakek-nenek yang hidup bahagia dengan ulos dan baju Tapanuli.

Yang tak kalah membanggakan, kata dia, peta Indonesia yang dipasang besar, dengan istilah-istilah lama, seperti Isola di Java, Isola di Sumatra, Isola di Borneo, Isola di Celebes, dan menulis benua Australia dengan sebutan Hit Niew Hollandt. Di bawah peta besar Indonesia itu, ada beberapa koleksi batik khas Solo, lurik (batik) Jogja, dan keris, yang semuanya sudah dicatat sebagai warisan budaya oleh UNESCO.

Dan di ujung Indonesia Corner seluas 400 meter persegi itu, papar Menpar, ada vertical banner “Wonderful Indonesia” dengan tema “Indonesia the land of harmony.” Menpar menilai Indonesia mendapat posisi yang amat terhormat di Vatikan. “Kami berterima kasih diberi tempat yang luas, istimewa dan permanen di Museum Vatikan. Ini akan pas untuk menjaring di kolam ikan. Ada 6 juta orang, jadi ikannya sudah ngumpul di museum itu,” ungkap Menpar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement