REPUBLIKA.CO.ID, Meski memiliki keberagaman yang tinggi, kuliner Indonesia masih belum mampu mendunia. Salah satu penyebabnya karena masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang makna atau filosofis (story telling) yang terkandung dalam satu jenis makanan.
"Padahal bagi orang luar hal itu justru yang menjadikan daya tarik," ujar Esthy Reko Astuti, Deputi Pemasaran Pariwisata Nusantara kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Jika makna yang terkandung dalam makanan tersebut diangkat tentu akan memberi nilai tambah. Karena itu dibutuhkan kemauan dari semua pihak untuk mencari tahu dan mengangkat cerita yang ada di dalam makanan.
Pariwisata dikatakan Esthy disamping harus dijaga keberlangsunganya namun juga berbasis komunitas. Sehingga selain konsep alam yang jadi potensi, masyarakat seharusnya juga mengembangkan tradisi lewat kuliner.
"Kalau saya amati, bagi masyarakat membuat nasi tumpeng misalnya merupakan hal yang biasa. Padahal bagi orang luar itu akan jadi satu hal yang menarik, karena banyak cerita di dalamnya," kata dia.
Yang tidak kalah penting juga adalah soal penyajian dan higienitas. Banyak makanan lokal yang saat ini berpotensi atau bahkan telah menjadi komoditas unggulan masyarakat, namun karena pemenuhan atas dua hal tersebut belum tercapai sehingga tidak bisa berkembang lebih luas.
"Jadi kita memang harus sama-sama, baik bersama kementerian/lembaga lain untuk memberi pendampingan soal higienitas, kemasan dan lainnya dan masyarkat harus berani melakukan inovasi melalui proses kreatifitas," kata dia.
Kementerian Pariwisata dikatakan Esthy akan terus mendorong meningkatnya citra kuliner nusantara.
"Salah satunya dengan festival makanan nusantara. Hingga akhir tahun ini akan digelar di sembilan kota dan akan berlanjut di tahun depan," ujar Esthy.