Jumat 13 Nov 2015 11:17 WIB

Sejarah Lahirnya Tahu Sumedang

Tahu sumedang
Foto: rajarasa.com
Tahu sumedang

Tahu, atau Tou Fu (dari bahasa Tionghoa, Hokkian yang dibaca tau-hu) memang menjadi daya tarik dan sebuah kekayaan intelektual kota Sumedang. Pamor pesona dan keunikan rasanya, lahir di tanah ini. Namun tak banyak mengira, dari seorang imigran Cina lah, kekayaan kuliner Sumedang itu pertama kali lahir.

Tahu Bungkeng merupakan pelopor lahirnya tahu Sumedang tersohor itu. Kisahnya terjadi hampir seratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1917. Seorang pemukim Cina, Ong Kino yang membawanya. Tahu yang ia buat awalnya hanya sebatas persembahan kepada istrinya tercinta. Pelan-pelan persembahan cinta itu menjadi menu jamuan bagi kerabatnya yang berkunjung.

Tak disangka, kelezatan 'daging lembut' itu terdengar oleh Bupati Sumedang yang memerintah saat itu, Pangeran Aria Suria Atmaja. Sang Bupati meminta makanan itu untuk dijual kepada masyarakat luas. Sang Pangeran, yang konon ucapannya pasti terwujud, yakin penganan ini akan menjadi berkah tersendiri untuk ekonomi Sumedang.

Ong Kino kemudian menyulap rumah sederhananya menjadi sebuah kedai kecil untuk mempromosikan ide briliannya. Sesuai asa, bisnis Ong Kino maju dalam waktu singkat. Namun sayang, Ong Kino harus kembali ke kampung halamannya karena satu dan lain hal. Bisnis ini kemudian dipegang sang putera tunggalnya, Ong Bung Keng yang datang dari Cina. Dari nama sang anak, nama Bungkeng lah yang kemudian diabadikan sampai sekarang.

Menjaga Cita Rasa

Sejarah mencatat bahwa Tahu Bungkeng merupakan cikal bakal lahirnya Tahu Sumedang sebagai kekayaan kuliner nasional. Hampir di tiap sudut jalan Sumedang, lahir tahu-tahu Bungkeng baru sebagai reinkarnasi ide dari seorang Ong Kino. Meski demikian, tak ada anggapan rasa bersaing di mata para generasi penerus Ong Kino. 

Usaha tahu Bungkeng kini dikelola Suriadi, yang secara garis keturunan merupakan generasi ketiga dari Ong Kino. Menghadapi persaingan dengan tahu-tahu Sumedang lainnya, Suriadi mengaku tak ambil pusing.

"Kewajiban kami adalah menjaga rasa dan kekhasannya," kata dia beberapa waktu lalu kepada Republika.co.id.

Menurutnya, semua masyarakat Sumedang tentunya tak akan berpaling jika mengetahui keunggulan produknya. Meski menjadi bos besar dalam bisnisnya, Suriadi tetap turun hingga ke medan pembuatan, perendaman air garam, hingga proses penggorengan.

"Karyawan harus menguasai penuh keterampilan, dan bagaimana membuat tahu dengan perasaan bahagia," ujarnya. Menurutnya, hal itu secara tidak langsung, disadari atau tidak, bisa mempengaruhi hasil akhir Tahu Bungkeng sampai ke lidah pelanggan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement