REPUBLIKA.CO.ID, Perilaku bullying seolah tidak bisa dipisahkan dari anak-anak sekolah. Mereka yang ingin berkuasa kerap kali menjadi ancaman bagi mereka yang terlihat "berbeda" dari siswa kebanyakan, entah mungkin karena dia pendiam, pemalu atau kelihatan lemah.
Bullying ini hanya terjadi di tempat-tempat rahasia yang umum terjadi di pojok di belakang sekolah, di kamar kecil, maupun di tempat-tempat sepi lainnya. Korbannya, jarang yang berani mengadukan hal tersebut kepada guru maupun orang tuanya. melaporkan.
Kejadian seperti itu ternyata bukan saja terdapat di sekolah-sekolah luar negeri yang sering kita lihat dalam film-film. Kenyataannya, di sekolah-sekolah Indonesia pun tidak sedikit pelaku dan korbannya.
Perlakuan bullying sendiri bisa bermacam-macam, dari penyerangan fisik, pemalakan, intimidasi, atau teror. Korbannya sering kali mengalami depresi baik secara fisik maupun psikis tergantung dari penyerangannya, atau justru dua-duanya.
Depresi ini berbeda dengan stres, depresi terjadi karena terlalu lama menyimpan masalah seorang diri, menjadi pendiam, murung, malu, selalu tertekan, marah pada diri sendiri yang tidak mampu melawan, yang bisa berakibat fatal bila sudah memuncak.
"Itulah kenapa anak perempuan yang seringkali mencoba melakukan tindakan bunuh diri setelah ditelusuri kebanyakan mereka tidak memiliki kedekatan emosional dengan ayahnya," ujar psikolog Edward Andriyanto Soetardhio dalam seminar Kelas Parenting Papa yang dilaksanakan di sekolah Kirana, Jagakarsa, Jaksel, akhir pekan lalu.
Sosok ayah yang seharusnya menjadi figur pelindung baginya justru tidak dirasakan anak. Bahkan sebatas bercerita, anak sudah tidak berani.
Perilaku bullying tidak hanya menimpa kaum perempuan tapi anak laki-laki juga. Menanggapi hal-hal membahayakan tersebut, ada dua cara yang bisa ditanamkan oleh seorang ayah pada anak-anaknya.