Selasa 27 Oct 2015 19:05 WIB

Menpar: Untung 'Jualan Jasa' Bisa 10 Kali Lipat

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem Tachrir Fathoni (kiri), Menteri Pariwisata Arif Yahya bertukar draft saat melakukan kerjasama di Jakarta, Selasa (27/10).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem Tachrir Fathoni (kiri), Menteri Pariwisata Arif Yahya bertukar draft saat melakukan kerjasama di Jakarta, Selasa (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah ingin benar-benar serius dalam pengembangan sektor pariwisata dengan memanfaatkan sumber daya alam yang nyata pesonanya.

Promosi diiringi dengan kesiapam pelayanan yang transparan dan profesional harus dimulai agar percepatan sektor pariwisata dalam meningkatkan ekonomi nasional dapat terealisasi.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengibaratkan Indonesia seperti wanita cantik yang tersembunyi. Sedikit saja pemerintah melakukan promosi, dunia akan mudah terpesona. Ia membuktikannya kala mempromosikan secara besar-besaran brand Indonesia melalui logo. Dalam indeks pariwisata dan ekonomi dunia, Indonesia berhasil menduduki peringkat 47. Padahal sebelum filakukan promosi logo, posisi Indonesia bahkan sama sekali tidsk masuk daftar 141 negara dalam indeks.

"Kasarnya, dari pada sibuk menggenjot produksi, menjual kekayaan alam, lebih baik jualan jasa dengan obyek serupa, bisa untuk sampai 10 kali lipat," katanya pada acara penandatanganan MoU Pengembangan Pariwisata Alam dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Auditorium Soedjarwo Gedung Manggala Wanabhakti pada Selasa (27/10).

Ia mencontohkan apa yang terjadi di kampung nelayan kawasan NTB. Sebab sektor pariwisata diseriusi, nelayan setempat memeroleh pendapatan Rp 225 ribu per hari. Padahal sebelumnya ia hanya menghasilkan Rp 50 ribu per hari dari jasa antar jemput wisatawan ke lokasi-lokasi wisata dengan naik perahu. Pendapatan tersebut naik 4-5 kali lipat dengan tingkat kepastian usaha yang tinggi.

Begitu pula dengan kegiatan pertanian. Indonesia bisa membuat paket "Wisata Bertani" bagi wisatawan yang tidak pernah melihat sawah. "Misalnya untuk mahasiswa Singapura atau negara lainnya," tutur Arief.

Saat ini, lanjut dia. Sektor kehutanan menyumbang penambahan data wisatawan sebanyak 5 persen atau 500 ribu wisatawan. Perolehan tersebut harus ditingkatkan menjadi 10 persen atau mendatangkan dua juta wisatawan mancanegara.

Ia menegaskan, ada hasil yang lebih tinggi ketika obyek alam ditonton, ketimbang diproduksi atau dijual mentah. Maka dari itu, faktor keaiapan pelayanan harus diperhatikan. Hal yang sama berlaku di sektor kelautan dan kehutanan. Di samping akan mendapatkan nilai tambah yang tinggi, pariwisata membuat ekonomi dan lingkungan menjadi harmonis penjagaannya.

Pariwisata, lanjut dia, saat ini masih menempati peringkat keempat penghasil devisa terbesar. Peringkat pertama disumbang minyak dan gas sebanyak 32 miliar dolar AS, Coal sebanyak 24 miliar dolar AS dan peringkat tiga diisi sektor sawit. Sementara pariwisata menyumbang sekitar 10 miliar dolar AS.

"Pariwisata bisa menjadi penghasil devisa terbesar ke depannya karena volume sumber daya alam menurun harganya pun juga turun," katanya.

Melihat pesona Indonesia yang kaya, sayangnya posisinya masih kalah dengan Thailand dan Malaysia. Thailand menyumbang 42 miliar dolar AS untuk negarampnya dari sektor pariwisata, sementara Malaysia menyumbang 21 miliar dolar AS. Ia optimis dapat mengejar ketertinggalan, utamanya dengan Malaysia bisa setara pada dua tahun kemudian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement