REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melakukan penandatanganan nota kesepahaman percepatan aktualidasi destinasi pariwisata alam.
Tujuannya memajukan sektor pariwisata di Indonesia melalui keberadaan taman nasional dan hutan alam.
"Pariwisata merupakan sektor yang bisa menggerakkan ekonomi sekaligus paling ramah lingkungan, bahkan di dalamnya ada unsur konservasi," kata Menpar Arief Yahya seusai penandatanganan MoU di Auditorium Soedjarwo Gedung Manggala Wanabhakti Selasa (27/10).
Sebagai pusat megabiodiversity, kawasan hutan Indonesia memiliki kekuatan unsur wisata dalam bentuk nature 35 persen, culture 60 persen dan manmade 5 persen. Kawasan hutan Indonesia juga memiliki beragam keunikan dalam bentuk gejala alam yang indah dan mampu meningkatkan minat wisatawan berkunjung.
Kawasan tersebut misalnya lautan pasir atau kaldera bromo, kawah biru, kawah ijen dan keindahan alam lainnya yang tersebar di 51 taman nasional dan 114 taman wisata alam. Diseriusinya kerja sama antara KLHK dan Kemenpar menurutnya sangat baik dalam upaya konservasi kekayaan alam sekaligus meningkatkan ekonomi nasional.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tachrir Fatoni menerangkan, kerja sama tersebut memang sudah sepatutnya dimulai. Meski, kerja sama juga harus melibatkan segenap elemen bangsa baik pemerintah daerah, swasta, pelaku usaha dan masyarakat luas.
Saat ini, lanjut dia, terdapat enam taman nasional di Indonesia yang ditetapkan UNESCO sebagai The World Heritage Sites. Dua diantaranya ditetapkan sebagai cagar biosfer yakni Taman Nasional (TN) Gunung Leuser dan TN Komodo.
"Bahkan, TN Komodo juga resmi menjadi salah satu dari New 7 Wonders of Nature," katanya. Lima TN yang menyandang predikat tunggal sebagai cagar biosfer yakni TN Siberut, TN Gunung Gede Pangrango, TN Tanjung Puting, TN Wakatobi dan TN Lore Lindu.
Pencapaian dan pengakuan internasional tersebut seharusnya dapat dijadikan sebagai branding untuk dipromosikan. Ia menjadi modal memajukan sektor pariwisata alam unggul.
"Taman nasional jangan dibiarkan jelek, dalam artian bukan hanya dijaga namun harus bisa mengatrol nilai tambahnya," tuturnya.