REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute Pertanian Bogor (IPB) sudah lama membuat beras bernama beras analog. Beras ini berbentuk sama seperti beras kebanyakan, namun bahannya bukan dibuat dari padi, melainkan kombinasi antara singkong, ubi jalar, dan jagung.
Diketahui bahwa singkong lebih mudah ditanam dibandingkan padi, sehingga proses pembuatan beras ini dipastikan lebih mudah dibandingkan beras biasa.
Namun beras analog memiliki harga yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan beras biasanya. Hal ini terjadi karna skala penjualan yang belum tercapai. Padahal dibandingkan dengan beras lain, beras ini memiliki khasiat yang lebih banyak dan dijamin lebih berkualitas. Jika penduduk Indonesia sudah mengetahui dan akhirnya menggunakan beras ini, bisa dipastikan skala ekonomi di Indonesia akan mengalami kenaikan, dan harga beras analog jauh akan lebih murah dibanding beras biasanya.
"Karna skalanya belum tercapai, andai penduduk Indonesia sudah memakan ini 3 kali dalam seminggu, saya kira ini akan mencapai skala ekonomi di pelbagai daerah. Kita juga tidak akan pernah import beras lagi," kata Bondan Winarno, ahli kuliner saat menghadiri Festival Nasi Indonesia.
Beras analog ini juga lebih mudah untuk dimasak dibandingkan beras lainnya. Sayangnya baru sedikit penduduk Indonesia yang mengetahui tentang beras analog ini. Dan alasan mengapa beras ini tidak diperkenalkan pemerintah menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.
"Kalaupun diperkenalkan sekarang, sepertinya ini sudah sangat terlambat. Saya sudah mengetahui keberadaan beras ini kurang lebih 10 tahun, namun herannya kenapa sampai saat ini belum dipasarkan secara luas," tambah Bondan.