Senin 07 Sep 2015 06:05 WIB

Menjenguk Runtuhan Dermaga Belanda Pesisir Garut

Salah satu bagian dari sisa dermaga Belanda di Pulau Santolo, Garut.
Foto: Republika/Suherdi Riki
Salah satu bagian dari sisa dermaga Belanda di Pulau Santolo, Garut.

Oleh:Angga Indrawan

Wartawan Republika Online

Tali tambang itu dilingkarkan Husnia (50 tahun) erat-erat. Melilit di sebongkah batu besar agar perahunya tak lari kemana-mana. Perahu kecilnya bersandar di dermaga pantai Cilautereun, Cikelet, Garut Selatan. Jarak pantai ini tak kurang dari tujuh kilometer pusat desa Pameungpeuk, kabupaten Garut. Husnia menjejerkan perahu kusamnya rapi bersama perahu-perahu milik nelayan lain. 

Husnia seorang nelayan, malam mencari ikan sedangkan paginya mengantarkan wisatawan ke sebuah pulau wisata. Pulau Santolo namanya. Dengan Kurnia lah, saya rogoh kocek Rp 50 ribu diantarkan ke pulau bersejarah tersebut. Pulau Santolo merupakan pulau dengan peninggalan kolonial Belanda. Di sanalah terdapat sebuah sisa dermaga yang dibuat Hindia Belanda sebagai dermaga pengangkutan rempah-rempah.

Di Pulau Santolo terdapat sebuah dam/bendungan berbentuk persegi dengan luas 100x50 meter. Ketebalan dindingnya mencapai satu meter. Dinding berbahan batu karang. Dermaga ini merupakan sebuah bekas tempat parkir perahu-perahu Hindia Belanda sebelum berlayar menuju laut lepas di Samudera Hindia. Sisa dam itu kini dijadikan beberapa wisatawan untuk melepaskan hobinya memancing. Sebab di kolam bekas dermaga itu pula, airnya begitu jernih dan tenang. Beberapa ikan laut berenang menggosokkan tubuhnya di lumut-lumut yang menempel di dinding dermaga. 

Puluhan hingga ratusan wisatawan menjadikan pulau Santolo ini sebagai target kunjungan. Selain arsitektur derrmaganya yang cantik, di lokasi ini wisatawan juga bisa berjalan di atas batu karang yang tingginya sejajar dengan air laut. Artinya, bila terlihat dari kejauhan, siapapun yang berdiri di atas karang terlihat seperti berjalan di atas air. Pesona Santolo memang tiada banding.

 

Gemuruh Karang Paranje

Butuh lebih dari sepuluh hari mendeskripsikan setiap detil keindahan yang ada di pantai Garut. Itu karena Garut sendiri memiliki sedikitnya sepuluh pantai yang membentang dari barat hingga timur. Keindahannya mewakili semua pesan: merugilah bagi mereka yang datang ke Garut tanpa mencicip gulungan ombak pantainya.

Hingga saya pun mendatangi satu pantai yang tak kalah cantiknya. Memiliki karakter yang berbeda, bukan bentangan pasir putih. Ini Pantai Karang Paranje, pantai yang berkarakter gugusan karang yang kokoh berbaris menentang gulungan ombak pantai selatan.

Pantai Karang Paranje berada di desa Karyasari, kecamatan Cibalong, sekitar 10 kilometer ke arah Sancang dari desa Pameungpeuk. Merupakan pantai cantik dengan kumpulan karang besar. Pantainya pun berpasir hitam mengandung biji besi, berbeda dengan deret pantai sekelilingnya.

Memasuki area pintu masuk pantai, suara gemuruh sudah terdengar. Membuat hati makin tidak sabar. Suara gelegar itu datang dari deburan ombak yang menghantam gunungan karang. Atau boleh jadi, merdu suara itu dari dentuman arus pantai yang menyelinap di antara sela-sela gunungan karang.

Memasuki pantai Karang Paranje, lebih dulu meniti jembatan yang memisahkan area daratan dengan pantai. Di sisi kanan-kiri jembatan, terdapat danau alami yang digunakan masyarakat untuk menangkap ikan. kawasannya masih alami, sepi pengunjung. Angin pantai bertiup kencang karena nyaris tak ada pohon kelapa. Tanaman yang tumbuh subur adalah pandan bidur, yang daunnya dimanfaatkan masyarakat sebagai anyaman. 

Jadilah Karang Paranje memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Pantai ini juga menjadi rekomendasi untuk menikmati suasana sore hari. Menghadap lepas laut, eksotisme itu bertambah sesaat menanti matahari terbenam. Di antara gunungan karang, terdapat sebuah paviliun yang sengaja dibangun. Membuat Pantai Karang Paranje jadi replika pantai Tanah Lot, Bali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement