REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga ternyata bukan karena kurangnya cinta, melainkan hanya karena kurangnya ilmu dalam mengekspresikan cintanya.
Demikian yang dikatakan ustadz Salim A. Fillah dalam kajian Wedding Series di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta pada Ahad (30/8). Fakta tersebut ia dasarkan dalam pengalamannya selama membina Jogja Family Center.
"Kita terjebak dengan peribahasa yang kita kenal sejak kecil yaitu 'cintailah orang lain sebagaimana kau ingin dicintai orang lain. Padahal peribahasa ini tidak berlaku dalam pernikahan, karena sejatinya perempuan dan laki-laki berbeda," tutur dia.
Allah menciptakan perempuan dan laki-laki berbeda dari segi anatominya, fisiologinya, metabolismenya, hormon-hormonnya, maka juga kebutuhan jiwanya berbeda, sehingga cara mencintainya pun berbeda. Memaksa mencintai istri seperti laki-laki ingin dicintai itu tidak baik, dan istri yang ingin dicintai sebagaimana dirinya mencintai juga akan berbahaya.
Sehingga menurutnya, terkadang terjadi konflik dalam rumah tangga dimana suaminya yang sangat mencintai istrinya namun istrinya justru merasa tidak pernah didengarkan, diabaikan, tidak diakui pendapatnya dan lain sebagainya. Demikian pula ada istri yang sangat mencintai suaminya, tapi justru suaminya merasa terdikte, tertindas, dan tersiksa.
Penulis buku 'Bahagianya Merayakan Cinta' ini meyakini bahwa konflik tersebut terjadi karena persepsi ingin dicintai sebagaimana dia mencintai orang lain hanya berlaku dalam ikatan ukhuwah persaudaraan, khususnya dengan sesama jenis, bukan dalam pasangan pernikahan.
Dia kemudian memberikan satu bukti perbedaan anatomi perempuan dan laki-laki tersebut. Sebuah penelitian terkait sebuah jaringan pada otak yang disebut Corpus Callosum, jaringan yang menghubungkan jaringan saraf kiri dan kanan agar bisa saling bekerja maksimal. Dimana hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa jumlah jaringan Corpus Callosum perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Kemudian hal ini yang menurutnya menciptakan perbedaan yang signifikan diantara keduanya.
Dia mengatakan perbedaan signifikan tersebut misalnya tercermin pada karakter perempuan yang multi tasking. Laki-laki tidak dapat mengerjakan banyak hal dalam satu waktu, sementara perempuan bisa melakukan banyak hal secara bersamaan. Hal itu pula yang menjelaskan hasil penelitian di Eropa bahwa kecelakaan lalu lintas akibat laki-laki yang bertelepon ketika menyetir mobil 400 persen lebih banyak daripada perempuan.
Atas perbedaan tersebut pula, dia menambahkan bahwa tingkat kecerdasan linguistik perempuan biasanya diatas laki-laki. Hal itulah yang menyebabkan perempuan sering menggunakan ungkapan tidak langsung. Sementara laki-laki tidak memahami apa yang diinginkan perempuan dengan ungkapan tidak langsungnya.
Demikian pula dengan perbedaan cara menyikapi permasalahan. Laki-laki cenderung ingin menarik inti permasalahan sedangkan perempuan menginginkan mencari hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Dia mengibaratkan sebuah obat nyamuk bakar, jika pola pikir laki-laki seperti obat nyamuk bakar yang membakar melingkar ke dalam sedangkan perempuan melingkar keluar.
Perbedaan-perbedaan tersebut jika tidak disikapi dengan pemahaman yang baik maka akan merusak keharmonisan dalam rumah tangga. Sehingga ustadz Salim menegaskan bahwa ta'aruf tidak hanya terjadi pada masa pra pernikahan melainkan harus dilakukan seumur hidup. Selain perbedaan tersebut, karena kehidupan akan berjalan dengan dinamis, sehingga perlu untuk terus memahami satu sama lain.