REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Kota-kota besar, kepedulian antar sesama umat manusia kian jarang terlihat. Manusia lebih sibuk dengan dirinya sendiri sehingga terkesan menjadi makhluk individualis ketimbang berjiwa sosial. Tapi puasa yang dijalankan umat Muslim di bulan Ramadhan ternyata bisa meningkatkan kepedulian sosial.
"Puasa itu bisa merasakan orang tidak mampu yang tidak makan, jadi selama Ramadhan bisa ajarkan kita berempati dengan orang lain," ujar ahli kejiwaan dr. Feranindhya Agiananda, SpKJ (K) kepada Republika. Menurutnya, puasa bermanfaat besar bagi peningkatkan rasa kepedulian sesama manusia, tidak hanya antar umat Muslim saja.
Dengan melakukan puasa, seseorang bisa merasakan penderitaan fakir-miskin sehingga terbangun perasaan empati. Hal ini pada akhirnya meningkatkan rasa syukur dan ikhlas dengan kepedulian terhadap orang lain dan alam sekitarnya.
"Belajar lapar dan haus dengan tujuan agar bisa berempati sehingga bisa rasakan ada di posisi seperti itu," ujar ujar psikater dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.
Rasa belas kasih dan solidaritas yang timbul, sebagai efek dari ibadah puasa merupakan implementasi pembinaan yang berketerusan dengan menahan lapar, haus, menahan kehendak seksualitas di siang hari, dan menahan diri untuk senantiasa berkata-kata yang baik. Rasa keprihatinan dan keinginan dalam melapangkan dan meringankan beban si fakir dan miskin adalah usaha psikologis orang berpuasa yang amat menyentuh hati dan perasaan seorang muslim dan mukmin yang sedang berpuasa.
Sehingga seorang Muslim yang berpuasa melatih dirinya supaya hidup sebagai seorang fakir dan miskin yang dalam kehidupannya kadangkala makan, dan kadangkala tidak makan sama sekali. Maka seorang mukmin yang berpuasa akan menghadapi hidupnya di hari itu dengan psikologis yang lebih lapang, bersikap lebih toleran dan tolong-menolong, lebih mampu beradaptasi dengan alam lingkungannya, serta lebih mampu menahan pelbagai interaksi dan perbincangan sesama manusia yang berdampak negatif bagi puasanya.