REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Disiplin menuntuk semua aktifitas dilakukan secara teliti, terukur dan sistematis. Sehingga pola hidup disiplin kadang menjadi kendala untuk dilatih kepada anak-anak maupun dewasa. Tapi di bulan Ramadhan yang suci ini, ternyata puasa bisa melatih kedisiplinan.
Menurut ahli kesehatan jiwa dr. Feranindhya Agiananda, SpKJ (K), secara medis puasa memang bisa melatih tingkat displin seseorang. "Iya bisa karena selama puasa ditempa belajar tertib karena segala macamnya diatur," katanya kepada Republika.
Sejatinya puasa dalam bahasa Indonesia bisa diartikan menahan makan dan minum. Sedangkan dalam bahasa Arab puasa berasal dari kata Shiyam dari akar kata: Shama-yashumu-shauman-shiyaman artinya menahan dari makan dan minum, berkata-kata kotor dan melakukan perbuatan jelek. Menurut terminologi shiyam atau puasa, berarti: menahan diri dari makan, minum dan berjima’ mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.
Dalam etimologi dan terminologi, puasa dapat dipahami sebagai suatu yang menuntut keteguhan, kesabaran, keyakinan dan penuh perhitungan dalam pelaksanaannya. Selain itu masih ada dua aspek dalam diri manusia yang tidak pernah lepas dari pelaksanaan puasa, pertama aspek fisikal dan yang kedua aspek psikologis.
Pada aspek fisikal seorang Muslim yang berpuasa akan senantiasa menahan dari makan dan minum. Sedangkan pada aspek psikologis, seorang muslim yang berpuasa mematuhi peraturan dan perintah berhubungan dengan sifat tercela, seperti berdusta, takabbur, mengumpat, hasad, iri hati, dan riya’.
Oleh karena itu, ditinjau dari segi medis, puasa mampu meningkatkan kadar dispilin seorang Muslim di bulan Ramadhan. Pasalnya puasa menuntut keteguan dari manusianya.
"Puasa menempa Muslim supaya bisa konsistensinya selama puasa bisa berlanjut setelah Ramadhan," ujar psikater dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.