REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berwisata ke luar negeri pada saat Ramadhan akan jauh berbeda rasanya dengan hari-hari biasa. Bukan karena suasana di negeri tersebut, namun lebih kepada diri sendiri yang sedang melakukan puasa dalam kondisi yang tidak biasa.
Saat jalan-jalan, terutama dengan pengeluaran minim akan menuntut untuk menjelajahi kota-kota asing dengan berjalan kaki dan aktivitas fisik yang lebih, padahal kondisi tubuh tidak selalu menguntungkan untuk melakukan itu.
"Kalau kaya gitu jangan mengharamkan buka puasa juga, karena kan kalau puasa Ramadhan bagi musafir ada keringanan. Tapi kalau mau coba dan kuat itu kan bisa jadi pengalaman tersendiri ya bisa puasa di negeri orang," ujar Asma Nadia, penulis buku sekaligus traveller Muslim yang dihubungi ROL beberapa waktu lalu.
Baginya, traveller harus melihat kondisi dirinya sendiri, jangan sampai memaksakan tubuh. Apalagi jika perjalanan itu dilakukan oleh seorang diri, alih-alih ingin bersenang-senang, justru malah terjadi apa-apa.
Tiap orang memiliki kemampuan tubuh yang berbeda, meski memiliki stamina kuat pasti ada masa tubuh mengalami titik terendah dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Penting mengetahui kondisi tubuh sendiri, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan terburuk saat menjalani puasa sambil berpergian.
"Travelling itu membuat saya belajar tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan," ujar penulis Assalamualaikum, Beijing! ini.
Ibu dua anak ini menyarankan agar para traveller selalu membawa obat-obatan secara lengkap, memiliki ansuransi kesehatan, dan tidak lupa menyiapkan vitamin untuk membantu mengembalikan kondisi tubuh ketika kurang bertenaga.