REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Calon besan Presiden Joko Widodo, Didit Supriyadi, sempat mengomentari dawet atau cendol yang akan dijual kepada para tamu yang hadir di kediamannya, Rabu (10/6) pagi.
"Dawete kurang legi (manis, red.)," kata Didit setelah mencicipi dawet.
Didit bersama istrinya, Sri Partini, berpura-pura menjual es dawet kepada para tamu yang hadir di rumah kontrakannya, Jalan Kutai Gang VII Nomor 1 Sumber, Solo. Setelah merasa puas dengan rasa dawet tersebut, Didit kemudian memberi kode Sri Partini untuk menjual dawet tersebut.
"Dawet, dawet. Dawetnya manis," kata Sri dengan luwesnya.
Dawet atau cendol yang berbentuk bulat bermakna kebulatan tekad orang tua untuk menikahkan anak mereka. Para tamu undangan yang hendak membeli es dawet tersebut membayar bukan dengan uang, melainkan menggunakan "kreweng" atau pecahan genteng rumah.
"Kreweng" yang berasal dari tanah kiat memiliki arti bahwa manusia sejatinya akan kembali lagi menjadi tanah ketika meninggal dunia.
Sri Partini bertugas melayani para tamu yang membeli dawet, sedangkan Didit menerima "kreweng" sebagai alat pembayarannya.
Hal itu bermakna tentang kewajiban suami-istri dalam hidup berumah tangga ialah saling bahu-membahu dalam menafkahi keluarga.
"Sadean dawet" atau jualan cendol merupakan bagian dari rangkaian adat pernikahan Jawa yang akan dilangsungkan putra pertama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Selvi Ananda.