REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Amin mengaku kecewa dengan proses pembangunan pariwisata. Sebabnya, hal itu tidak dibarengi dengan proses menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
"Kita membangun pariwisata, meningkatkan infrastruktur. Tapi kita tidak menjaga kelestarian alam, ini payah," ujarnya kepada wartawan di Kota Mataram, Selasa (9/6).
Menurutnya, para pelaku pariwisata harus lebih memperhatikan kondisi lingkungan. Khususnya yang menyangkut pelestarian terumbu karang di sekitar wilayah destinasi pariwisata.
Ia menuturkan, diperlukan upaya bersama melakukan penyelamatan terhadap terumbu karang yang rusak dan usaha merecovery kembali. "Ini sudah terjadi sejak lama, oleh karena itu diperlukan kerjasama Kab/Kota untuk merecovery," katanya.
Sebelumnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nusa Tenggara Barat mengungkapkan, kondisi terumbu karang khususnya di daerah wisata Gili Trawangan relatif rusak. Tingkat kerusakan terumbu karang 5 tahun ke depan bisa mencapai 50 hingga 60 persen.
"Lima tahun ke depan, terumbu karang bermasalah, sebagian besar sudah rusak," ujar Kepala Disbudpar NTB, Lalu Muhammad Faozal kepada wartawan di Kota Mataram, Rabu (28/5).
Ia mencontohkan kerusakan terumbu karang di Gili Trawangan disebabkan aktivitas pasboat dengan kapasitas penumpang yang mencapai 100-200 orang dari arah Bali menuju Gili. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah serta pelaku pariwisata harus memberikan perhatian lebih terhadap kerusakan yang terjadi.
"Sekarang wisatawan bersnorkeling sudah tidak nyaman di Trawangan berpindah ke Meno dan Air," katanya.
Bahkan dirinya tengah mempersiapkan aturan tentang larangan pasboat arah Bali menuju Gili. Namun harus ke arah Dermaga Teluk Nara. "Selama ini, jalur pasboat itu dari sisi wisatawan untung namun secara lingkungan dirugikan," katanya.
Selain itu, ia menuturkan, keamanan wisatawan di lokasi pariwisata masih rendah dan bermasalah. Sebagian masyarakat kesadaran lingkungan di lokasi wisata masih kurang peduli.