Selasa 19 May 2015 18:36 WIB

Target Pariwisata Syariah Harus Jelas

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Turis Muslim (Ilustrasi)
Foto: Alarabiya
Turis Muslim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pengembangan pariwisata syariah, target pasar harus dibuat jelas. Sebab, target ini akan menentukan arah pengemasan dan pencitraan produk pariwisata syariah nasional.

Direktur Ogilvy Public Realtions Rizanto Binol mengungkapkan, pariwisata syariah belum menemukan jati diri, bukan atas apa yang mau dijual tapi apa yang mau didapat dalam konteks target pasar.

"Yang mau diincar wisatawan mancanegara atau wisatawan nusantara?" ungkap Rizanto dalam forum diskusi pariwisata dan gaya hidup halal yang digelar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) beberapa waktu lalu.

Target pasar yang ditetapkan untuk pariwisata syariah belum terlalu jelas dan kuat. Khusus pasar Indonesia, wisata syariah dikemas terintegrasi dengan pariwisata nasional. Rizanto melihat ini bisa dijual dan lebih kuat dibanding membuat label khusus pariwisata syariah di bawah citra Wonderful Indonesia.

''Karena Wonderful Indonesia sendiri sudah cukup kuat, tapi kurang dipahami. Kita Islam, kalau dijejali dengan label Islam lagi, apa yang mau dijual?,'' kata Rizanto.

Kehidupan berbhineka tunggal ika itu yang mungkin bisa pasarkan. Jadi, Wonderful Indonesia tetap digunakan dengan mencakup pariwisata syariah di dalamnya. Ia menilai pencitraan tetap dibutuhkan dan negara adalah organisasi besar yang bisa melakukan itu.

Citra Wonderful Indonesia menurut Rizanto masih belum maksimal dan masih dibuat turunan, misalnya seperti apa investasi atau perdagangan yang wonderful itu, termasuk untuk pariwisata syariah. Jika daerah ingin mengembangkannya, citranya tetap berada di bawah Wonderful Indonesia.

Direktur Fastcomm Irfan Wahid melihat, konsumsi produk syariah rendah karena masyarakat menganggap negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia, tidak mungkin sulit mencari produk sesuai syariat atau produk halal.

Kalaupun kesadaran sudah ada, belum tentu juga masyarakat intensif mencari produk syariah untuk konsumsi. Ini juga kurang didukung promosi produk syariah, kurang variasi produk syariah, dan persepsi produk syariah kurang keren.

''Ini masalah gaya hidup, apa yang mau dikejar? Kita harus cair, membujuk rayu, tidak harus yang berat-berat dulu,'' kata pria yang akrab disapa Ipang ini.

Untuk meningkatkan kesadaran pentingnya mengonsumsi produk syariah perlu ada penjelasan alasan syar'i, rasional, dan emosional, tergantung pada target pasarnya.

Selama ini, Ipang menilai kurangnya diminatinya produk syariah karena promosi tidak berargumen secara emosional atau rasional dan promosinya kurang greget. Pandangan kualitas produk syariah rendah butuh kampanye untuk menaikkan citra produk.

Untuk kategori media dan rekreasi halal, Indonesia tidak ada sama sekali dalam 10 besar. Padahal Indonesia termasuk negara mayoritas Muslim.

Nomor satu untuk kategori ini adalah Singapura diikuti Uni Emirat Arab, Inggris, Malaysia, Lebanon, Jerman, Perancis, Bahrain, AS, dan Qatar. Bahkan untuk negara pengembangan gaya busana Islam terbaik, Indonesia juga belum masuk 10 besar.

Ipang ingat, tujuh tahun lalu, dia sempat diminta Departemen Perbankan Syariah BI untuk membuatkan iklan dua bank syariah besar Indonesia. Makin ke sini, ia lihat sektor keuangan syariah melejit, yang sayangnya tidak diikuti oleh sektor lain seperti produk halal.

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wardiatmo menyarankan, perlu ada rancangan besar tahapan pencitraan dengan target jangka menengah dan panjang yang jelas.

''Bicara soal pariwisata, harus ditentukan siapa konsumen utamanya? Tentu para wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara,'' ungkap dia.

Dengan target kunjungan wisatawan asing 20 juta orang pada 2019, maka segmen pasar jadi penting untuk dicermati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement