Jumat 08 May 2015 19:33 WIB

Purbalingga Jadikan Festival Gunung Slamet Ikon Wisata

Letusan abu akibat erupsi Gunung Slamet, terlihat dari Dusun Pratin, Desa Kutabawa, karangreja, Purbalingga, Jateng, Rabu (17/9)..   (foto : Idhad Zakaria)
Letusan abu akibat erupsi Gunung Slamet, terlihat dari Dusun Pratin, Desa Kutabawa, karangreja, Purbalingga, Jateng, Rabu (17/9).. (foto : Idhad Zakaria)

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Festival Gunung Slamet (FGS) yang digelar 4-6 Juni 2015 diharapkan dapat menjadi ikon kunjungan wisata ke Purbalingga.

"FGS baru pertama kalinya digelar dan dipusatkan di Desa Wisata Serang, Kecamatan Karangreja, dan menjadi agenda wisata di Jawa Tengah," kata Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Kabupaten Purbalingga, Subeno, Jumat.

Bahkan, kata dia, FGS akan digelar pada 2016 dengan dukungan Pemerintan Provinsi Jawa Tengah seperti halnya "Dieng Culture Festival" yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara.

Ketua Panitia FGS Tridaya Kartika mengatakan festival tersebut akan mengangkat pariwisata Purbalingga dan potensi desa wisata yang ada di kabupaten itu khususnya Desa Wisata Serang.

"Pariwisata Purbalingga sudah diperhitungkan menjadi bagian destinasi wisata di Jateng sehingga melalui festival ini, akan semakin memperkuat bahwa Purbalingga merupakan kota tujuan wisata," katanya.

Selain itu, kata dia, FGS juga ingin menegaskan bahwa wisata di sekitar Gunung Slamet tetap aman meskipun gunung yang berada di antara Kabupaten Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Banyumas tersebut masih berstatus "Waspada".

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa FGS dimulai pada tanggal 4 Juni 2015, pukul 06.30-12.00 WIB, dengan kegiatan berupa prosesi pengambilan air dari Tuk Sikopyah yang selanjutnya diarak menuju Balai Desa Serang.

"Di sela-sela kegiatan tersebut juga akan dilakukan penanaman pohon turus gunung sepanjang jalur Sikopyah," katanya.

Menurut dia, puncak kegiatan FGS dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2015 mulai pukul 09.00 WIB berupa pergelaran wayang ruwat tunggal, prosesi pembagian air Sikopyah yang sebelumnya ditempatkan pada "lodong" (tempat) air, kirab budaya dan hasil bumi, serta pada malam harinya digelar pentas seni kontemporer.

"Air yang telah diambil dengan 'lodong' (tempat) dari bambu, setelah dikirab menuju Balai Desa Serang, dan disemayamkan sehari, kemudian akan dibagikan secara simbolis kepada sesepuh desa disekitar Gunung Slamet yang memanfaatkan air Sikopyah. Puncak festival ini digelar di kawasan Lembah Asri, Desa Wisata Serang," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement