Ahad 12 Apr 2015 18:16 WIB

Mengoptimalkan EQ Anak

Sejumlah warga dan anak-anak membaca buku koleksi perpustakaan taman ekspresi Surabaya, Jawa Timur, Ahad (12/4).   (Republika/Prayogi)
Sejumlah warga dan anak-anak membaca buku koleksi perpustakaan taman ekspresi Surabaya, Jawa Timur, Ahad (12/4). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, Bayangkan, Anda sedang bermain dengan anak-anak di jalan kecil di depan rumah, lalu si bungsu yang berusia 2 tahun terjatuh. Sebelum Anda sempat berteriak, “Oh!,” kakaknya yang berusia 4 tahun langsung menjatuhkan kapur yang sedang dia pegang dan segera membantu sang adik.

Betapa menakjubkan bahwa anak yang begitu kecil memiliki hati yang sangat besar. Namun beberapa jam kemudian, anak yang sama tidak bisa berhenti merengek minta diajak ke taman–saat Anda sedang memerbaiki komputer yang ngadat, lalu Anda menumpahkan segelas susu, dan Anda jelas-jelas merasa frustrasi.

Bagaimana dia bisa begitu perhatian di suatu waktu lalu menjadi tidak tertebak di waktu berikutnya? Berikut penjelasannya, dikutip dari www.parentsindonesia.com.

Kecerdasan emosi anak balita–kemampuannya untuk mengenali dan peduli terhadap perasaan orang lain, sekaligus menghubungkan emosi orang lain dengan dirinya–masih dalam tahap pengembangan. Saat berusia 3 atau 4 tahun, banyak anak yang sudah mampu membaca situasi dan memberikan respons yang sesuai usianya (misalnya menenangkan dengan cara memeluk atau mencium), kata David Henry Feldman, PhD, guru besar tumbuh kembang anak di Tufts University, Medford, Massachussetts. Namun hingga awal usia sekolah, anak masih punya tendensi egosentris–sebagian anak punya ego yang lebih besar dibandingkan anak lain. Hal itu membuat mereka sulit berempati secara tulus kepada orang lain.

Anda tidak bisa memercepat proses tumbuh kembang anak. Namun sama seperti Anda bisa mengoptimalkan IQ si balita, Anda bisa bisa membantu menumbuhkan kecerdasan emosional (alias EQ) anak. Faktanya, riset menemukan bahwa EQ dapat meningkatkan kualitas pertemanan anak, hubungan dengan keluarga, dan kesuksesan si sekolah. Bahkan EQ menciptakan perilaku yang lebih baik secara keseluruhan, tulis Mary C. Lamia, PhD, psikolog klinis dan penulis Understanding Myself: A Kid’s Guide to Intense Emotions and Strong Feelings.

Banyak cara untuk mengasah emosi. Namun daripada sekadar menunjuk gambar orang dengan ekspresi wajah gembira di buku, lebih baik bantu anak memelajari emosi melalui pengalaman langsung maupun pura-pura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement