REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Tidak ada yang menyangkal kelezatan masakan Cina (Chinese Food). Dengan penyebaran etnis ini yang merata, maka akan dengan mudah kita menemukan masakan jenis ini di negara manapun, termasuk di Kenya.
Namun satu restoran yang menjual masakan Cina di Nairobi, Kenya memiliki kebijakan sedikit berbeda. Jika biasanya restoran Cina membebaskan siapapun untuk datang, restoran ini justru melarang penduduk lokal makan di rumah makan itu. Restoran ini melarang penduduk lokal setelah pukul 17.00.
Dilansir dari UPI, Rabu (26/3), pemilik restoran punya alasan khusus soal itu. Ia tidak ingin peristiwa perampokan yang pernah menimpa dirinya 2014 lalu terulang. Saat itu, sekelompok orang menyamar sebagai pelanggan dan merampok restoran.
"Kami tidak menerima orang Afrika yang tidak kami tahu karena Anda tidak pernah tahu siapa yang Al-Shabaab dan siapa yang bukan," kata Esther Zhao selaku menajer humas restoran.
Ia menjelaskan, orang-orang Cina di Nairobi ingin makan dengan aman.
Kendati demikian ia mengatakan tidak semua orang lokal dilarang masuk. Ada beberapa pelanggan tertentu, yang kerap datang dan menghabiskan setidaknya 20 ribu shilling Kenya (217 dolar), diperbolehkan untuk makan.
Zhao mengatakan, ke depan pihaknya berencana mempertimbangkan skema keanggotaan dan memberikan kartu untuk beberapa pelanggan lokal setianya. "Jadi mereka tetap dapat diterima setelah jam 5 sore," tambahnya.
Pemerintah Ombudsman, Otiende AMollo menyikapi kritis terhadap kebijakan restoran itu. Ia menganggap bila kebijakan tersebut merupakan tindak diskriminasi dan bisa diajukan ke Komisi Hak Asasi Manusia Kenya.
"Itu merupakan pembedaan ras dan etnis yang melanggar konstitusi. Di dalamnya, asumsi yang melekat adalah bahwa Afrika harus disingkirkan karena merupakan perampok," ujarnya.
Ia melanjutkan, apapun tindakan yang dipilih ataupun diambil restoran tersebut untuk menjaga keamanan seharusnya memperlakukan orang secara sama tanpa memandang ras, jenis kelamin ataupun warna kulit.